i'm in process to be success

i'm in process to be success

Senin, 11 Maret 2013

Kajian Psikoanalisis Drama Rumah Di Tubir Jurang karya S. Yoga



v  PENGERTIAN DRAMA DAN KAJIAN DRAMA
Drama adalah sebuah genre sastra yang penampilan fisiknya memperlihatkan secara verbal adanya dialogue atau cakapan di antara tokoh-tokoh yang ada. Selain itu, lazimnya sebuah karya drama juga memperlihatkan adanya semacam petunjuk pemanggungan yang akan memberikan gambaran tentang suasana, lokasi, atau apa yang dilakukan oleh tokoh (Wahyudi, 2006: 95). Oleh karena itu, berbeda dengan prosa dan puisi, drama diciptakan tidak hanya untuk dibaca, melainkan juga untuk dipentaskan.
Aristoteles mendeskripsikan bahwa drama adalah tiruan atas lakuan (the imitation of an act). Hal ini dapat diartikan juga bahwa drama adalah sebuah tiruan dari kehidupan manusia yang kemudian dilakonkan dalam sebuah drama. Dinamika kehidupan manusia yang mencakup berbagai persoalan dalam kehidupan sehari-hari ditirukan dalam drama. Dengan demikian, jika kita menonton drama, kita dapat merasakan perasaan takut, tegang, senang, dan kasihan berdasarkan cerita yang dipentaskan (Sarumpaet, 1999:2-3). Sedangkan ada juga yang berpendapat bahwa drama adalah ragam sastra dalam bentuk dialog yang dimaksud untuk dipertunjukkan di atas pentas (Zaidan, 2000).
Selain kita dapat menonton atau mengapresiasi sebuah drama, kita pun dapat mengkaji sebuah drama. Kajian drama adalah kegiatan mempelajari unsur-unsur dan hubungan antar unsur dalam drama bertolak dari pendekatan, teori, dan cara kerja tertentu (Aminuddin, 1995 : 30).

v  TEORI PSIKOANALISIS
Psikoanalisis  adalah  cabang ilmu yang dikembangkan  oleh  Sigmund  Freud dan para pengikutnya, sebagai studi fungsi dan perilaku psikologis manusia. Psikoanalisis dalam sastra memiliki empat kemungkinan pengertian. Yang pertama adalah studi psikologi pengarang sebagai tipe atau sebagai pribadi. Yang kedua adalah studi proses kreatif. Yang ketiga adalah studi tipe dan hukum-hukum psikologi yang diterapkan pada karya sastra.Yang keempat adalah mempelajari dampak sastra pada pembaca. Namun, yang digunakan dalam psikoanalisis adalah yang ketiga karena sangat berkaitan dalam bidang sastra.
Asal usul dan penciptaan karya sastra dijadikan pegangan dalam penilaian karya sastra itu sendiri. Jadi psikoanalisis adalah studi tipe dan hukum-hukum psikologi yang diterapkan pada karya sastra.
Munculnya pendekatan psikologi dalam sastra disebabkan oleh meluasnya perkenalan sarjana-sarjana sastra dengan ajaran-ajaran Freud yang mulai diterbitkan dalam bahasa Inggris. Yaitu Tafsiran Mimpi (The Interpretation of Dreams) dan Three Contributions to A Theory of Sex atau Tiga Sumbangan Pikiran ke Arah Teori Seks dalam dekade menjelang perang dunia. Pembahasan sastra dilakukan sebagai eksperimen tekhnik simbolisme mimpi, pengungkapan aliran kesadaran jiwa, dan pengertian libido ala Freud menjadi semacam sumber dukungan terhadap pemberontakan sosial melawan Puritanisme(kerohanian ketat) dan tata cara Viktorianoisme (pergaulan kaku).
Psikoanalisis dapat digunakan untuk menilai karya sastra karena psikologi dapat menjelaskan proses kreatif. Misalnya, kebiasaan pengarang merevisi dan menulis kembali karyanya. Yang lebih bermanfaat dalam psikoanalisis adalah studi mengenai perbaikan naskah, koreksi, dan seterusnya. Hal itu, berguna karena jika dipakai dengan tepat dapat membantu kita melihat keretakan (fissure), ketidakteraturan, perubahan, dan distorsi yang sangat penting dalam suatu karya sastra. Psikoanalisis dalam karya sastra berguna untuk menganalisis secara psikologis tokoh-tokoh dalam drama dan novel. Terkadang pengarang secara tidak sadar maupun secara sadar dapat memasukan teori psikologi yang dianutnya. Psikoanalisis juga dapat menganalisis jiwa pengarang lewat karya sastranya.
Dalam sastra Indonesia pendekatan psikologi berkembang sejak tahun enam puluhan, antara lain oleh Hutagalung dan Oemarjati dalam buku pembahasan masing-masing atas Jalan Tak Ada Ujung dan Atheis. Pendekatan ini bertujuan untuk memberikan pertolongan agar dapat membaca drama atau novel secara benar.
Teori kepribadian menurut Freud pada umumnya dibagi menjadi tiga, yaitu:
a.       Id              : dorongan-dorongan primitif yang harus dipuaskan, salah satunya libido. Id merupakan kenyataan subjektif primer, dunia batin sebelum individu memiliki pengalaman tentang dunia luar.
b.      Ego            : Ego adalah komponen kepribadian yang bertanggung jawab untuk menangani dengan realitas. Menurut Freud, ego berkembang dari id dan memastikan bahwa dorongan dari id dapat dinyatakan dalam cara yang dapat diterima di dunia nyata. Fungsi ego baik di pikiran sadar, prasadar, dan tidak sadar.
c.       Superego   : Superego merupakan kata hati. Hati nurani mencakup informasi tentang hal-hal yang dianggap buruk oleh orang tua dan masyarakat. Perilaku ini sering dilarang dan menyebabkan buruk, konsekuensi atau hukuman perasaan bersalah dan penyesalan. Superego bertindak untuk menyempurnakan dan membudayakan perilaku kita. Ia bekerja untuk menekan semua yang tidak dapat diterima mendesak dari id dan perjuangan untuk membuat tindakan ego atas standar idealis lebih karena pada prinsip-prinsip realistis. Superego hadir dalam sadar, prasadar dan tidak sadar.

TOKOH-TOKOH PSIKOANALISIS SASTRA
1.      Sigmund Freud, seorang yang sangat berbudaya dan beliau mendapatkan dasar pendidikan Austria yang menghargai karya Yunani dan Jerman Klasik.
2.      T.S Elliot
3.      Carl.G.Jung.
4.      Ribot, psikolog Perancis
5.      L.Russu
6.      Wordsworth yang menggunakan psikologi sebagai uraian genetik tentang puisi.
7.      Tatengkeng, Pujangga Baru. Menyatakan bahwa untuk menulis puisi yang baik penyair harus dalam keadaan jiwa tertentu pula.

v  PENGERTIAN MORAL DAN SIKAP MANUSIA
A.    Moral
Istilah moral berasal dari kata Latin Mores yang artinya tata cara dalam kehidupan, adat istiadat, atau kebiasaan. Maksud moral adalah sesuai dengan ide-ide yang umum diterima tentang tindakan manusia mana yang baik dan wajar. Moral merupakan kaidah norma dan pranata yang mengatur perilaku individu dalam kehidupannya dengan kelompok sosial dan masyarakat. Moral merupakan standar baik-buruk yang ditentukan bagi individu sebagai anggota sosial. Moralitas merupakan aspek kepribadian yang diperlukan seseorang dalam kaitannya dengan kehidupan sosial secara harmonis, adil, dan seimbang. Perilaku moral diperlukan demi terwujudnya kehidupan yang damai penuh keteraturan, ketertiban, dan keharmonisan.
Perubahan pokok dalam moralitas selama masa remaja terdiri dari mengganti konsep-konsep moral khusus dengan konsep-konsep moral tentang benar dan salah yang bersifat umum, membangun kode moral berdasarkan pada prinsip-prinsip moral individual, dan mengendalikan perilaku melalui perkembangan hati nurani.

B.     Sikap
Fishbein (1975) mendefenisikan sikap adalah predisposisi emosional yang dipelajari untuk merespon secara konsisten terhadap suatu objek. Sikap merupakan variabel laten yang mendasari, mengarahkan dan mempengaruhi perilaku. Sikap tidak identik dengan respons dalam bentuk perilaku, tidak dapat diamati secara langsung tetapi dapat disimpulkan dari konsistensi perilaku yang dapat diamati. Secara operasional, sikap dapat diekspresikan dalam bentuk kata-kata atau tindakan yang merupakan respons reaksi dari sikapnya terhadap objek, baik berupa orang, peristiwa, atau situasi.
Menurut Chaplin (1981) dalam Dictionary of Psychology menyamakan sikap dengan pendirian. Chaptin menegaskan bahwa sumber dari sikap tersebut bersifat kultural, familiar, dan personal. Artinya, kita cenderung beranggapan bahwa sikap-sikap itu akan berlaku dalam suatu kebudayaan tertentu, selaku tempat individu dibesarkan. Jadi, ada semacam sikap kolektif (collective attitude) yang menjadi stereotipe sikap kelompok budaya masyarakat tertentu. Sebagian besar dari sikap itu berlangsung dari generasi ke generasi di dalam struktur keluarga. Akan tetapi, beberapa darin tingkah laku individu juga berkembang selaku orang dewasa berdasarkan pengalaman individu itu sendiri. Para ahli psikologi sosial bahkan percaya bahwa sumber-sumber penting dari sikap individu adalah propaganda dan sugesti dari penguasa-penguasa, lembaga pendidikan, dan lembaga-lembaga lainnya yang secara sengaja diprogram untuk mempengaruhi sikap dan perilaku individu.
Sikap merupakan salah satu aspek psikologi individu yang sangat penting karena sikap merupakan kecenderungan untuk berperilaku sehingga akan banyak mewarnai perilaku seseorang. Sikap setiap orang berbeda atau bervariasi, baik kualitas maupun jenisnya sehingga perilaku individu menjadi bervariasi. Pentingnya aspek sikap dalam kehidupan individu, mendorong para psikolog untuk mengembangkan teknik dan instrumen untuk mengukur sikap manusia. Beberapa tipe skala sikap telah dikembangkan untuk mengukur sikap individu, kelompok, maupun massa untuk mengukur pendapat umum sebagai dasar penafsiran dan penilaian sikap.

v  KAJIAN PSIKOANALISIS PADA DRAMA RUMAH DI TUBIR JURANG KARYA S. AGUS
A.    Sinopsis
Drama Rumah Di Tubir Jurang karya S. Agus ini menceritakan tentang kehidupan sebuah keluarga yang tinggal di Jl. Tubir No. 275 yang terdiri dari Eyang Kakung, Tuan Sunan, Nyonya Sumirah, Papa (Umar), Mama (Lastri), Mawar, Noki, dan Ijah. Kehidupan keluarga yang hancur dan kacau ini di awali dari Umar dan Lastri yang memutuskan untuk menikah muda akibat “kecelakaan”, karena keterbatasan keuangan yang mereka hadapi yang memang masih terlalu muda untuk berumah tangga, mereka pun tinggal bersama orang tua Lastri yaitu Tuan Sunan dan Nyonya Sumirah.
 Antara Tuan Sunan dan Nyonya Sumirah tidak terjadi suatu keharmonisan, mereka selalu bertengkar. Nyonya Sumirah selalu curiga dengan kelakuan suaminya itu, ia selalu cemburu karena Tuan Sunan selalu mengganggu tetangga mereka. Nyonya Sumirah adalah seorang ibu tumah tangga yang sangat keras, semua urusan rumah tangga diatur dan dikuasai oleh dia. Sikapnya yang keras kepala dan selalu mengganggap dirinya benar, membuat dia mengatur keluarganya dengan sangat otoriter. Sedangkan Tuan Sunan yang bawaannya kalem tidak bisa berbuat banyak terhadap masalah keluarga dan rumah tangganya. Tuan Sunan masih memiliki seorang ayah yang sudah sangat tua, yaitu Eyang Kakung. Beliau sudah sangat tua dan pikun, ia hanya ingat dengan kejadian-kejadian di masa lalu di zaman perjuangan.
 Tuan Sunan dan Nyonya Sumirah mempunyai satu anak gadis lagi yang paling bungsu yaitu Mawar, Mawar memiliki kekasih yang bernama Noki. Namun hubungan mereka tak disetujui oleh Nyonya Sumirah karena latar belakang keluarga Noki yang kurang baik membuat Nyonya Sumirah khawatir akan membawa keburukan terhadap anaknya, selain itu ia juga sudah menjodohkan Mawar dengan lelaki pilihannya yaitu Ajiz. Pembantu rumah tangga di rumah ini bernama Ijah, gadis cantik yang masih berumur 17 tahun yang selalu digoda oleh Umar.
Di rumah ini sering terjadi kehilangan mulai dari obat batuk Nyonya Sumirah, perhiasan, uang, dan barang-barang yang lain tanpa di ketahui siapa sebenarnya pencurinya. Kejadian itu selalu membuat Nyonya Sumirah marah terlebih dengan kedatangan Mawar bersama Noki yang mengabarkan bahwa mereka sudah menikah siri tanpa pengetahuan Tuan Sunan dan Nyonya Sumirah.
Dari kejadian itu terbongkarlah semua kehancuran keluarganya, mulai dari suaminya yang mata keranjang, lastri yang salah memilih suami yaitu Umar yang ternyata sudah memperkosa Mawar sebelum Mawar menikah siri dengan Noki, Mawar yang berani untuk menikah siri dengan Noki yang jelas-jelas tidak ia restui. Kekacauan yang ada di rumah itu adalah kesalahan Nyonya Sumirah juga. Akibat dari keras kepala, otoriter, dan kekuasaan yang berlebih membuat semua anggota keluarga tidak memiliki kebebasan senidiri sehingga mereka nekat untuk keluar dari otoriternya itu.

B.     Moral dan Sikap pada Masing-Masing Tokoh
1.      Tokoh Tuan Sunan
·      Fisiologis       : umurnya setengah baya/ sudah tua
“Kita sudah tua, masak dari pernikahan dulu kita terus-menerus bertengkar.”

·      Sosiologi       : seorang kepala keluarga, suami dari Nyonya Sumirah
  Tuan - Nyonya ( suami yang tak mampu mengendalikan rumah tangga...”
·      Psikologis      :  penyabar, suka mengalah
“Maafkan. Selama ini aku hanya diam saja. Habis bagaimana.  Semua sudah kau atasi sendiri.”
a.       Id : Tuan Sunan menginginkan kedamaian dengan istri dan keluarganya.
“Kita sudah tua, masak dari pernikahan dulu kita terus-menerus bertengkar. Kapan hidup damai.”
b.      Super ego : Tuan Sunan membiarkan dan pasrah dengan sikap istrinya dan keadaan keluarganya.
Keberadaanku sebagai suaminya rasanya tidak diakui lagi. Diremehkan. Tapi biarlah, suatu saat, ia pasti akan sadar.


2.      Tokoh Nyonya Sumirah
·      Fisiologi        : umurnya setengah baya/ sudah tua
“Kita sudah tua, masak dari pernikahan dulu kita terus-menerus bertengkar.”
·      Sosiologi       : ibu rumah tangga, istri dari Tuan Sunan
“...dan istri yang pencuriga dan egois”
·      Psikologis      : pencuriga, egois, keras kepala, pemarah
“Sebentar-sebentar protes. Ngambek”
a.         Id : Nyonya Sumirah ingin menentukan segala keputusan yang terbaik untuk keluarganya.
“Semua yang memutuskan Ibu. Tidak boleh ada yang membantah keputusan Ibu. Kalau Ibu sudah memutuskan, tentu demi kebahagiaan anak-anak. Kebaikan Ibu dan masa depan kalian. Demi nama baik keluarga.”

b.        Ego : Nyonya Sumirah tetap bersikeras menjadi penentu keputusan walaupun suami dan anak-anaknya menentang.
“Tidak bisa. Sudah tidak usah ikut campur urusan ini. Biar aku atasi sendiri.”


3.      Tokoh Mama/Lastri
·      Fisiologi        : masih muda, 23 tahun, berwajah bundar.
   “yang perempuan berwajah bundar, pupurnya agak pudar.”
·      Sosiologi       : anak dari Tuan Sunan dan Nyonya Sumirah, istri Umar,  pegawai swasta.
“Kenapa harus ngoyo-ngoyo kerja keras sedang gajinya kecil. Enak perusahaan.
·      Psikologi       : masih kekanak-kanakan, cemburuan.
“Aku tidak suka Papa menggoda begitu. Sudah. Sudah jangan bercanda.”
a.      Id : Mama ingin meminta warisan untuk dibelikan rumah.
“Kami ingin warisan yang nantinya akan diberikan, kami minta dulu.”
b.      Super Ego : Mama tidak memaksakan untuk mendapatkan warisan.

4.      Tokoh Papa/Umar
·      Fisiologi        : masih muda, 23 tahun, tinggi, kurus, berwajah oval.
“Yang laki-laki tinggi kurus berwajah oval.”
·      Sosiologi       : suami dari mama/lastri, menantu tuan dan nyonya, pekerja proyek.
“Papa kerja di proyek jadi kalau ada proyek pasti untungnya besar.”
·      Psikologi       : genit, licik, mata keranjang.
“Kau benar-benar tak tahu malu. Kau berani melakukan pada adiku sendiri. Kau mengkhianati perkawinan kita. Dasar mata keranjang.”
a.       Id : Papa ingin meminta warisan untuk dibelikan rumah.
Bagaimana kalau kita minta warisan terlebih dahulu. Tanah warisan itu bisa kita jual untuk beli rumah.
b.      Ego : Papa tetap bersikeras membujuk tuan dan nyonya untuk memberikan warisan.
Iya, Yah. Kami sangat membutuhkan. Toh nanti juga warisan itu akan diberikan pada kami juga.

5.      Tokoh Mawar
·      Fisiologi        : berumur 21 tahun, wanita hamil.
Baiklah ! Ketahui bahwa Mawar kini tengah mengandung anakku.
·      Sosiologi       : anak bungsu tuan dan nyonya, istrinya Noki, mahasiswa.
Bagaimana kuliahmu. Jangan terlalu banyak pacaran.
·      Psikologi       : sabar dan dewasa
Mawar percaya segala sesuatu keputusan Ibu sebenarnya ingin membahagiakan diri Mawar, namun harus Ibu ketahui bahwa tidak setiap keputusan Ibu yang berkaitan dengan Mawar selalu baik buat Mawar.


a.       Id : keinginan Mawar mendapat restu dari nyonya dan tuan atas hubungannya dengan Noki.
“Terus terang selama ini kami merahasiakan hubungan kami yang sebenarnya. Sekarang saatnyalah kami harus berterus terang. Sebelumnya kami minta maaf sama Ayah dan Ibu. Sebenarnya kami telah menikah.”
b.      Ego : Mawar bersikeras dan berjuang untuk mendapat restu dari ibunya.
“Noki benar Ibu. Ibu tidak boleh keras seperti ini. Ini menyangkut masa depan Mawar.”

6.      Tokoh Noki
·      Fisiologi        : remaja, modis, macho.
yang laki-laki sedikit macho.
·      Sosiologi       : suami dari Mawar
Kami adalah suami istri.
·      Psikologi       : berani, nekat, teguh pada pendirian.
Permasalahan kami pelik. Dan kami tidak mau putus hanya karena paksaaan orangtua.”
a.    Id : keinginan Noki mendapat restu dari Tuan dan Nyonya
Maaf Ibu. Mengenai hubungan kami. Rasanya tidak sesederhana yang Ibu bayangkan. Permasalahan kami pelik. Dan kami tidak mau putus hanya karena paksaan orangtua.”
b.    Ego : Noki tetap berusaha menjelaskan hubungannya dengan Mawar agar disetujui oleh Nyonya.
Masalahnya bukannya sah atau tidak sah menurut Ibu. Tapi kami telah berjanji di hadapan Allah, terlebih ada saksinya pula.”
c.    Super Ego : Noki keluar dari rumah dan tidak memaksakan Nyonya untuk memberi restu.
“Baiklah ! Ketahui bahwa Mawar kini tengah mengandung anakku.”

7.      Eyang Kakung
·      Fisiologi        : usia 80 tahun, beruban.
Dari arah kamar belakang muncul seorang kakek, rambut putih semua.”
·      Sosiologi       : ex manajer di sebuah perusahaan roti , ayah dari Tuan Sunan.
Sebelum dilanda kepikunan yang menumpuk, ia seorang manajer di sebuah perusahaan roti miliknya sendiri..
·      Psikologi       : pelupa dan sering mengigau sendiri.
Mama juga nggak habis pikir, kenapa seseorang bisa jadi pelupa dan hanya ingat masa lalu saja.
8.      Ijah
·      Fisiologi        : usia 17 tahun, berpakaian minim, seronok, mengundang birahi.
Tiba-tiba muncul IJAH dengan pakaian minim, seronok, mengundang birahi.
·      Sosiologi       : pembantu rumah tangga
Dan Ijah pembantu rumah tangga yang genit.
·      Psikologi       : genit, sabar.
Iya. Sudah Tuan. ( Segera pergi sambil membawa barang-barang. Genit ).







BAB III
PENUTUP

Simpulan :
            Jadi, drama adalah karya sastra yang berbentuk dialog yang biasanya untuk pertunjukkan. Kajian drama adalah kegiatan mempelajari unsur-unsur dan hubungan antar unsur dalam drama bertolak dari pendekatan, teori, dan cara kerja tertentu. Dalam mengkaji drama Rumah di tubir juram ini penulis mengkaji dengan kajian psikoanalisis dalam aspek moral dan sikap pada manusia.


















DAFTAR PUSTAKA

Wellek, Rene dan Austin Warren.1995. Teori Kesusastraan. Terj. Melani Budianta. Gramedia : Jakarta.


Kutha, Nyoman. 2004. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Pustaka Pelajar: Jogjakarta.
Hardjana, Andre. 1981. Kritik Sastra Sebuah Pengantar. Gramedia : Jakarta.










Tidak ada komentar:

Posting Komentar