A. Sejarah
Aliran Postmodernisme
Berdasarkan
asau usul kata, Post-modern-isme, berasal dari bahasa Inggris yang artinya
faham yang berkembang setelah modern. Istilah ini muncul pertama kali pada
tahun 1930 pada bidang seni oleh Federico
de Onis untuk menunjukkan reaksi dari modernisme. Kemudian pada bidang
Sejarah oleh Toyn Bee dalam bukunya
Study of History pada tahun 1947. Setelah itu berkembang dalam bidang-bidang
lain dan mengusung kritik atas modernisme pada bidang-bidangnya
sendiri-sendiri.
Pemikiran posmodernisme sendiri sebenarnya
telah diawali oleh teori dialogis Bakhtin yang disusun pada tahun 1920-an.
Teori tersebut telah menunjukkan kecenderungan ke arah postmodernisme. Namun,
secara faktual baru pada tahun 1950-an postmodernisme muncul sebagai sebuah
aliran. Selanjutnya, aliran ini baru dikenal di kalangan luas pada tahun
1970-an. Istilah postmodernisme mula-mula dikenalkan oleh Lyotard secara
eksplisit lewat karyanya The Postmodern Condition: A Report and Knowledge. Dalam bukunya tersebut Lyotard menolak ide dasar
filsafat modern yang dilegitimasi prinsip kesatuan ontologis.
Teater adalah wujud penolakan postmodernisme terhadap modern
yang paling jelas. Kaum modern melihat jelas sebuah karya seni sebagai karya
yang tidak terikat waktu dan ide-ide yang tidak dibatasi waktu. Kaum postmodern
melihat hidup ini seperti sebuah kumpulan cerita sandiwara yang
terpotong-potong. Maka teater adalah sarana terbaik untuk menggambarkan tragedi
dan pertunjukan.
Tidak setiap karya teater merupakan wujud nyata
postmodernisme. Karya teater postmodern mulai timbul pada tahun 1960-an.
Akarnya sudah ada sebelum tahun 1960-an, yaitu karya seorang penulis Perancis
bernama Antonin Artaud pada tahun 1930-an.
Artaud menantang para seniman (khususnya dalam bidang drama)
untuk memprotes dan menghancurkan pemujaan kepada karya seni klasik. Ia sangat
mendukung pergantian drama tradisional dengan 'teater keberingasan." Ia
berseru agar dihapuskannya gaya kuno yang berpusat kepada naskah. Ia
mengusulkan gaya baru yang berpusat kepada simbol-simbol teater termasuk
didalamnya adalah: pencahayaan, susunan warna, pergerakan, gaya tubuh, dan
lokasi. Artaud juga meniadakan perbedaan antara aktor dan penonton. Ia ingin
agar penonton juga mengalami suasana dramatis seperti sang aktor. Tujuan Artaud
adalah memaksa penonton untuk berhadapan dengan momentum kenyataan hidup secara
langsung pada saat itu, yang bagaimanapun juga tidak akan terulang melalui
aturan-aturan sosial sehari-hari.
Beberapa ahli ini menemukan bahwa naskah atau teks adalah
otoritas yang menindas kebebasan. Untuk memecahkan masalah ini, mereka
mengurangi naskah atau teks sehingga setiap penampilan menjadi spontan dan
unik. Setelah beberapa sekali ditampilkan, tidak ada lagi pengulangan.
Penampilan itu sekali saja dan akan hilang selama-lamanya setelah itu.
Ahli lainnya menganggap sutradara adalah orang yang menindas
kebebasan penampilan. Mereka berusaha memecahkan masalah ini, dengan menekankan
improvisasi dan memakai sutradara lebih dari satu orang. Maka produksi
teater/film bukan lagi produksi tunggal dan utuh.
Teater postmodernisme menampilkan usulan-usulan para ahli di
atas. Mereka membuat berbagai elemen dalam teater, seperti suara, cahaya,
musik, bahasa, latar-belakang, dan gerakan saling berbenturan. Dengan demikian,
teater postmodernisme sedang menggunakan teori tertentu yang disebut dengan
estetika ketiadaan (berbeda dengan estetika kehadiran). Teori estetika
ketiadaan menolak adanya konsep kebenaran yang mendasari dan mewarnai setiap
penampilan. Yang ada dalam setia penampilan adalah kekosongan ("empty
presence"). Seperti etos postmodern, makna sebuah penampilan hanya
bersifat sementara, tergantung dari situasi dan konteksnya.
Demam postmodernisme
di Indonesia telah ada sejak awal kemunculannya di awal tahun 1990. Pada masa itu
wacana terhadap posmodernisme sendiri kurang mendapat apresiasi yang positif. Hal
ini karena bangsa Indonesia tengah disibukan dengan urusan politik dan persoalan
degradasi ekonomi yang tidak kunjung kondusif. Meskipun demikian realitas postmodernisme
telah hadir menjadi bagian dari masyarakat Indonesia yang ditandai dengan munculnya
beragam teknologi informasi, seni, budaya urban, sampai gaya hidup. Istilah postmodernisme
dapat diartikan sebagai era setelah adanya modernisme.
B.
Karakteristik
Aliran Postmodernisme
1.
Mengedepankan
prinsip pemikiran parologi atau pluralisme
2.
Memiliki istilah-istilah kunci posmodernisme yaitu :
a. pluralisme adalah suatu
kerangka interaksi yg mana setiap kelompok menampilkan rasa hormat dan toleran
satu sama lain, berinteraksi tanpa konflik atau asimilasi (pembauran /
pembiasan).
b. Fragmentisme adalah cerita yang
tidak beraturan alur ceritanya.
c. Heterogenitas adalah
d. Interminasi adalah tidak adanya
kesinambungan dalam cerita.
e. Skeptisisme adalah
f. Dekonstruksi adalah
g. Ambiguitas adalah
3. Di dalam bidang seni, postmodernisme
memiliki ciri abstrak
4. Di dalam seni teater, postmodernisme
menyukai
tragedi
5. Tulisan fiksi posmodernisme menggunakan
teknik percampuradukan. Beberapa penulis mengambil elemen-elemen tradisional
dan mencampurkannya secara berantakan untuk menyampaikan suatu ironi mengenai
topik-topik yang bisa dibahas. Kaum
posmodernisme ingin mengetahui bagaimana
kenyataan-kenyataan yang amat berbeda, dapat berjalan bersama dan saling
bercampur.
6. Di dalam dunia seni sastra,
postmodernisme dapat terlihat dalam bentuk estetika yang keluar dari pola yang
biasanya ada
C.
Sastrawan
dan Karya Sastra Aliran Postmodernisme
A. Sastrawan Dunia dan Karya Sastranya
1. Gabriel Garcia Marques (Novel:
Kesepian Seratus Tahun)
2. Kurt Vonnegut (Novel: Slaughterhouse
Five (1969), Cat's Cradle (1963), dan Breakfast of
Champions(1973)
3.
Italo
Calvino (Novel: Puri Jalan yang Berpotongan)
4. Thomas Pynchon (Novel: The Crying
of Lot 49 (1966), Gravity's Rainbow (1973), Vineland
(1990), and Mason & Dixon (1997).
Gunther
Grass (Die Blechtrommel)
5. Penulis wanita dari Ecriture
Feminine Perancis yang terkenal adalah Helene Cixous
6. Fuentes (Novel: Terra Nostra)
7. Antonin Artaud (Penulis drama
teater)
8. Gerrit Krol ( puisi: Polaroid
(1976) )
9. Willem Brakman (1961 – Een
winterreis (novel), 1998 – Ante diluvium (novel)
10. Jacoba Van Velde
11. Salman Rushdie ( Novel : The Satanic
Verses (1988) )
12. Tonny Morisson (Novel:Song Solomon)
B. Sastrawan Indonesia dan Sastranya
1. Sutardji
Calzoum Bachri (Puisi:
Tanah Air Mata)
2. Danarto (Godlob, kumpulan cerpen,
1975 ; Adam Ma'rifat, kumpulan cerpen, 1982 )
3. Remy Sylado (Puisi Mbeling, 2005)
4. Ibrahim Sattah
5. Yudhistira
ANM Massardi (Cerpen :
Penjarakan Aku dalam Hatimu (1979) ; novel : Arjuna Mencari Cinta (1977)
6. Iwan
Simatupang (Novel:
Ziarah)
7. Ugoran
Prasad (di etalase (novel, 2004), waktu
batu (naskah drama, ditulis bersama Andri Nur Latif dan Gunawan Maryanto,
2005)
DAFTAR
PUSTAKA
1.
Bambang
Sugiharto. 1996. Postmodernisme -
Tantangan bagi Filsafat. Yogyakarta: Kanisius.
2.
Suyoto, dkk.
1994. Posmodernisme dan Masa Depan Peradaban. Yogyakarta: Aditya Media.
3.
http://www.google.com/ Penulis; MahasiswaSastra Indonesia
USU (2006).
4.
Turner,
Bryan. 2000. Teori-teori Sosiologi Modernitas Posmodernitas. Yogyakarta:
Pustaka
Pelajar.
Tulisan yang sangat menarik
BalasHapusterimakasih :)
BalasHapusTerima kasih sudah menulis artikel ini. Artikel ini bermanfaat sekali. :-)
BalasHapus