v PENGERTIAN
DRAMA DAN KAJIAN DRAMA
Drama
adalah sebuah genre sastra yang penampilan fisiknya memperlihatkan secara
verbal adanya dialogue atau cakapan di antara tokoh-tokoh yang ada. Selain itu,
lazimnya sebuah karya drama juga memperlihatkan adanya semacam petunjuk
pemanggungan yang akan memberikan gambaran tentang suasana, lokasi, atau apa
yang dilakukan oleh tokoh (Wahyudi, 2006: 95). Oleh karena itu, berbeda dengan
prosa dan puisi, drama diciptakan tidak hanya untuk dibaca, melainkan juga
untuk dipentaskan.
Aristoteles
mendeskripsikan bahwa drama adalah tiruan atas lakuan (the imitation of an
act). Hal ini dapat diartikan juga bahwa drama adalah sebuah tiruan dari
kehidupan manusia yang kemudian dilakonkan dalam sebuah drama. Dinamika
kehidupan manusia yang mencakup berbagai persoalan dalam kehidupan sehari-hari
ditirukan dalam drama. Dengan demikian, jika kita menonton drama, kita dapat
merasakan perasaan takut, tegang, senang, dan kasihan berdasarkan cerita yang
dipentaskan (Sarumpaet, 1999:2-3). Sedangkan ada juga yang berpendapat bahwa
drama adalah ragam sastra dalam bentuk dialog yang dimaksud untuk
dipertunjukkan di atas pentas (Zaidan, 2000).
Selain
kita dapat menonton atau mengapresiasi sebuah drama, kita pun dapat mengkaji
sebuah drama. Kajian drama adalah kegiatan mempelajari unsur-unsur dan hubungan
antar unsur dalam drama bertolak dari pendekatan, teori, dan cara kerja
tertentu (Aminuddin, 1995 : 30).
v TEORI
PSIKOANALISIS
Psikoanalisis adalah
cabang ilmu yang dikembangkan
oleh Sigmund Freud dan para pengikutnya,
sebagai studi fungsi dan perilaku psikologis manusia. Psikoanalisis dalam sastra memiliki
empat kemungkinan pengertian. Yang pertama adalah studi psikologi pengarang
sebagai tipe atau sebagai pribadi. Yang kedua adalah studi proses kreatif. Yang
ketiga adalah studi tipe dan hukum-hukum psikologi yang diterapkan pada karya
sastra.Yang keempat adalah mempelajari dampak sastra pada pembaca. Namun, yang
digunakan dalam psikoanalisis adalah yang ketiga karena sangat berkaitan dalam
bidang sastra.
Asal usul
dan penciptaan karya sastra dijadikan pegangan dalam penilaian karya sastra itu
sendiri. Jadi psikoanalisis adalah studi tipe dan hukum-hukum psikologi yang
diterapkan pada karya sastra.
Munculnya
pendekatan psikologi dalam sastra disebabkan oleh meluasnya perkenalan
sarjana-sarjana sastra dengan ajaran-ajaran Freud yang mulai diterbitkan dalam
bahasa Inggris. Yaitu Tafsiran Mimpi (The Interpretation of Dreams) dan Three
Contributions to A Theory of Sex atau Tiga Sumbangan Pikiran ke Arah Teori Seks
dalam dekade menjelang perang dunia. Pembahasan sastra dilakukan sebagai
eksperimen tekhnik simbolisme mimpi, pengungkapan aliran kesadaran jiwa, dan
pengertian libido ala Freud menjadi semacam sumber dukungan terhadap
pemberontakan sosial melawan Puritanisme(kerohanian ketat) dan tata cara
Viktorianoisme (pergaulan kaku).
Psikoanalisis
dapat digunakan untuk menilai karya sastra karena psikologi dapat menjelaskan
proses kreatif. Misalnya, kebiasaan pengarang merevisi dan menulis kembali
karyanya. Yang lebih bermanfaat dalam psikoanalisis adalah studi mengenai perbaikan
naskah, koreksi, dan seterusnya. Hal itu, berguna karena jika dipakai dengan
tepat dapat membantu kita melihat keretakan (fissure), ketidakteraturan,
perubahan, dan distorsi yang sangat penting dalam suatu karya sastra. Psikoanalisis
dalam karya sastra berguna untuk menganalisis secara psikologis tokoh-tokoh
dalam drama dan novel. Terkadang pengarang secara tidak sadar maupun secara
sadar dapat memasukan teori psikologi yang dianutnya. Psikoanalisis juga dapat
menganalisis jiwa pengarang lewat karya sastranya.
Dalam sastra Indonesia pendekatan
psikologi berkembang sejak tahun enam puluhan, antara lain oleh Hutagalung dan
Oemarjati dalam buku pembahasan masing-masing atas Jalan Tak Ada Ujung dan
Atheis. Pendekatan ini bertujuan untuk memberikan pertolongan agar dapat
membaca drama atau novel secara benar.
Teori kepribadian menurut Freud pada umumnya dibagi menjadi tiga,
yaitu:
a.
Id : dorongan-dorongan primitif yang harus dipuaskan,
salah satunya libido. Id merupakan
kenyataan subjektif primer, dunia batin sebelum individu memiliki pengalaman
tentang dunia luar.
b.
Ego : Ego adalah komponen kepribadian yang bertanggung jawab
untuk menangani dengan realitas. Menurut Freud, ego berkembang dari id dan
memastikan bahwa dorongan dari id dapat dinyatakan dalam cara yang dapat
diterima di dunia nyata. Fungsi ego baik di pikiran sadar, prasadar, dan tidak
sadar.
c. Superego : Superego merupakan kata hati. Hati nurani mencakup informasi
tentang hal-hal yang dianggap buruk oleh orang tua dan masyarakat. Perilaku ini
sering dilarang dan menyebabkan buruk, konsekuensi atau hukuman perasaan
bersalah dan penyesalan. Superego bertindak untuk menyempurnakan dan
membudayakan perilaku kita. Ia bekerja untuk menekan semua yang tidak dapat
diterima mendesak dari id dan perjuangan untuk membuat tindakan ego atas
standar idealis lebih karena pada prinsip-prinsip realistis. Superego hadir
dalam sadar, prasadar dan tidak sadar.
TOKOH-TOKOH PSIKOANALISIS SASTRA
1.
Sigmund Freud, seorang yang sangat berbudaya dan
beliau mendapatkan dasar pendidikan Austria yang menghargai karya Yunani dan
Jerman Klasik.
2.
T.S Elliot
3.
Carl.G.Jung.
4.
Ribot, psikolog Perancis
5.
L.Russu
6.
Wordsworth yang menggunakan psikologi sebagai uraian
genetik tentang puisi.
7. Tatengkeng,
Pujangga Baru. Menyatakan bahwa untuk menulis puisi yang baik penyair harus
dalam keadaan jiwa tertentu pula.
v PENGERTIAN
MORAL DAN SIKAP MANUSIA
A. Moral
Istilah moral berasal dari kata
Latin Mores yang artinya tata cara dalam kehidupan, adat istiadat, atau
kebiasaan. Maksud moral adalah sesuai dengan ide-ide yang umum diterima tentang
tindakan manusia mana yang baik dan wajar. Moral merupakan kaidah norma dan
pranata yang mengatur perilaku individu dalam kehidupannya dengan kelompok
sosial dan masyarakat. Moral merupakan standar baik-buruk yang ditentukan bagi
individu sebagai anggota sosial. Moralitas merupakan aspek kepribadian yang
diperlukan seseorang dalam kaitannya dengan kehidupan sosial secara harmonis,
adil, dan seimbang. Perilaku moral diperlukan demi terwujudnya kehidupan yang
damai penuh keteraturan, ketertiban, dan keharmonisan.
Perubahan pokok dalam moralitas
selama masa remaja terdiri dari mengganti konsep-konsep moral khusus dengan
konsep-konsep moral tentang benar dan salah yang bersifat umum, membangun kode
moral berdasarkan pada prinsip-prinsip moral individual, dan mengendalikan
perilaku melalui perkembangan hati nurani.
B.
Sikap
Fishbein (1975) mendefenisikan sikap
adalah predisposisi emosional yang dipelajari untuk merespon secara konsisten
terhadap suatu objek. Sikap merupakan variabel laten yang mendasari,
mengarahkan dan mempengaruhi perilaku. Sikap tidak identik dengan respons dalam
bentuk perilaku, tidak dapat diamati secara langsung tetapi dapat disimpulkan
dari konsistensi perilaku yang dapat diamati. Secara operasional, sikap dapat
diekspresikan dalam bentuk kata-kata atau tindakan yang merupakan respons
reaksi dari sikapnya terhadap objek, baik berupa orang, peristiwa, atau
situasi.
Menurut Chaplin (1981) dalam
Dictionary of Psychology menyamakan sikap dengan pendirian. Chaptin menegaskan
bahwa sumber dari sikap tersebut bersifat kultural, familiar, dan personal.
Artinya, kita cenderung beranggapan bahwa sikap-sikap itu akan berlaku dalam
suatu kebudayaan tertentu, selaku tempat individu dibesarkan. Jadi, ada semacam
sikap kolektif (collective attitude) yang menjadi stereotipe sikap kelompok
budaya masyarakat tertentu. Sebagian besar dari sikap itu berlangsung dari
generasi ke generasi di dalam struktur keluarga. Akan tetapi, beberapa darin
tingkah laku individu juga berkembang selaku orang dewasa berdasarkan
pengalaman individu itu sendiri. Para ahli psikologi sosial bahkan percaya bahwa
sumber-sumber penting dari sikap individu adalah propaganda dan sugesti dari
penguasa-penguasa, lembaga pendidikan, dan lembaga-lembaga lainnya yang secara
sengaja diprogram untuk mempengaruhi sikap dan perilaku individu.
Sikap merupakan salah satu aspek
psikologi individu yang sangat penting karena sikap merupakan kecenderungan
untuk berperilaku sehingga akan banyak mewarnai perilaku seseorang. Sikap
setiap orang berbeda atau bervariasi, baik kualitas maupun jenisnya sehingga
perilaku individu menjadi bervariasi. Pentingnya aspek sikap dalam kehidupan
individu, mendorong para psikolog untuk mengembangkan teknik dan instrumen
untuk mengukur sikap manusia. Beberapa tipe skala sikap telah dikembangkan
untuk mengukur sikap individu, kelompok, maupun massa untuk mengukur pendapat
umum sebagai dasar penafsiran dan penilaian sikap.
v KAJIAN
PSIKOANALISIS PADA DRAMA RUMAH DI TUBIR JURANG KARYA S. AGUS
A.
Sinopsis
Drama Rumah
Di Tubir Jurang karya S. Agus ini menceritakan tentang kehidupan sebuah
keluarga yang tinggal di Jl. Tubir No. 275 yang terdiri dari Eyang Kakung, Tuan
Sunan, Nyonya Sumirah, Papa (Umar), Mama (Lastri), Mawar, Noki, dan Ijah.
Kehidupan keluarga yang hancur dan kacau ini di awali dari Umar dan Lastri yang
memutuskan untuk menikah muda akibat “kecelakaan”, karena keterbatasan keuangan
yang mereka hadapi yang memang masih terlalu muda untuk berumah tangga, mereka
pun tinggal bersama orang tua Lastri yaitu Tuan Sunan dan Nyonya Sumirah.
Antara Tuan Sunan dan Nyonya Sumirah tidak
terjadi suatu keharmonisan, mereka selalu bertengkar. Nyonya Sumirah selalu
curiga dengan kelakuan suaminya itu, ia selalu cemburu karena Tuan Sunan selalu
mengganggu tetangga mereka. Nyonya Sumirah adalah seorang ibu tumah tangga yang
sangat keras, semua urusan rumah tangga diatur dan dikuasai oleh dia. Sikapnya
yang keras kepala dan selalu mengganggap dirinya benar, membuat dia mengatur
keluarganya dengan sangat otoriter. Sedangkan Tuan Sunan yang bawaannya kalem
tidak bisa berbuat banyak terhadap masalah keluarga dan rumah tangganya. Tuan
Sunan masih memiliki seorang ayah yang sudah sangat tua, yaitu Eyang Kakung.
Beliau sudah sangat tua dan pikun, ia hanya ingat dengan kejadian-kejadian di
masa lalu di zaman perjuangan.
Tuan Sunan dan Nyonya Sumirah mempunyai satu
anak gadis lagi yang paling bungsu yaitu Mawar, Mawar memiliki kekasih yang
bernama Noki. Namun hubungan mereka tak disetujui oleh Nyonya Sumirah karena
latar belakang keluarga Noki yang kurang baik membuat Nyonya Sumirah khawatir
akan membawa keburukan terhadap anaknya, selain itu ia juga sudah menjodohkan
Mawar dengan lelaki pilihannya yaitu Ajiz. Pembantu rumah tangga di rumah ini
bernama Ijah, gadis cantik yang masih berumur 17 tahun yang selalu digoda oleh
Umar.
Di rumah ini
sering terjadi kehilangan mulai dari obat batuk Nyonya Sumirah, perhiasan,
uang, dan barang-barang yang lain tanpa di ketahui siapa sebenarnya pencurinya.
Kejadian itu selalu membuat Nyonya Sumirah marah terlebih dengan kedatangan
Mawar bersama Noki yang mengabarkan bahwa mereka sudah menikah siri tanpa
pengetahuan Tuan Sunan dan Nyonya Sumirah.
Dari
kejadian itu terbongkarlah semua kehancuran keluarganya, mulai dari suaminya
yang mata keranjang, lastri yang salah memilih suami yaitu Umar yang ternyata
sudah memperkosa Mawar sebelum Mawar menikah siri dengan Noki, Mawar yang
berani untuk menikah siri dengan Noki yang jelas-jelas tidak ia restui.
Kekacauan yang ada di rumah itu adalah kesalahan Nyonya Sumirah juga. Akibat
dari keras kepala, otoriter, dan kekuasaan yang berlebih membuat semua anggota
keluarga tidak memiliki kebebasan senidiri sehingga mereka nekat untuk keluar
dari otoriternya itu.
B.
Moral dan Sikap pada Masing-Masing Tokoh
1.
Tokoh Tuan Sunan
·
Fisiologis :
umurnya setengah baya/ sudah tua
“Kita
sudah tua, masak dari pernikahan dulu kita terus-menerus bertengkar.”
·
Sosiologi :
seorang kepala keluarga, suami dari Nyonya Sumirah
“Tuan
- Nyonya ( suami yang tak mampu mengendalikan rumah tangga...”
·
Psikologis : penyabar, suka mengalah
“Maafkan.
Selama ini aku hanya diam saja. Habis bagaimana. Semua sudah kau atasi sendiri.”
a. Id
: Tuan Sunan menginginkan kedamaian dengan istri dan keluarganya.
“Kita
sudah tua, masak dari pernikahan dulu kita terus-menerus bertengkar. Kapan
hidup damai.”
b. Super
ego : Tuan Sunan membiarkan dan pasrah dengan sikap istrinya dan keadaan
keluarganya.
“Keberadaanku
sebagai suaminya rasanya tidak diakui lagi. Diremehkan. Tapi biarlah, suatu
saat, ia pasti akan sadar.”
2.
Tokoh Nyonya Sumirah
·
Fisiologi :
umurnya setengah baya/ sudah tua
“Kita
sudah tua, masak dari pernikahan dulu kita terus-menerus bertengkar.”
· Sosiologi : ibu rumah tangga, istri dari Tuan Sunan
“...dan
istri yang pencuriga dan egois”
· Psikologis : pencuriga, egois, keras kepala, pemarah
“Sebentar-sebentar
protes. Ngambek”
a.
Id : Nyonya Sumirah ingin menentukan
segala keputusan yang terbaik untuk keluarganya.
“Semua
yang memutuskan Ibu. Tidak boleh ada yang membantah keputusan Ibu. Kalau Ibu
sudah memutuskan, tentu demi kebahagiaan anak-anak. Kebaikan Ibu dan masa depan
kalian. Demi nama baik keluarga.”
b.
Ego : Nyonya Sumirah tetap bersikeras menjadi
penentu keputusan walaupun suami dan anak-anaknya menentang.
“Tidak
bisa. Sudah tidak usah ikut campur urusan ini. Biar aku atasi sendiri.”
3. Tokoh
Mama/Lastri
· Fisiologi : masih muda, 23 tahun, berwajah bundar.
“yang perempuan berwajah bundar, pupurnya
agak pudar.”
· Sosiologi : anak dari Tuan Sunan dan Nyonya
Sumirah, istri Umar, pegawai swasta.
“Kenapa
harus ngoyo-ngoyo kerja keras sedang gajinya kecil. Enak perusahaan.
· Psikologi : masih kekanak-kanakan, cemburuan.
“Aku
tidak suka Papa menggoda begitu. Sudah. Sudah jangan bercanda.”
a. Id
: Mama ingin meminta warisan untuk dibelikan rumah.
“Kami
ingin warisan yang nantinya akan diberikan, kami minta dulu.”
b. Super
Ego : Mama tidak memaksakan untuk mendapatkan warisan.
4. Tokoh
Papa/Umar
· Fisiologi : masih muda, 23 tahun, tinggi, kurus,
berwajah oval.
“Yang
laki-laki tinggi kurus berwajah oval.”
· Sosiologi : suami dari mama/lastri, menantu tuan
dan nyonya, pekerja proyek.
“Papa
kerja di proyek jadi kalau ada proyek pasti untungnya besar.”
· Psikologi : genit, licik, mata keranjang.
“Kau
benar-benar tak tahu malu. Kau berani melakukan pada adiku sendiri. Kau
mengkhianati perkawinan kita. Dasar mata keranjang.”
a. Id
: Papa ingin meminta warisan untuk dibelikan rumah.
“Bagaimana kalau kita minta
warisan terlebih dahulu. Tanah warisan itu bisa kita jual untuk beli rumah.”
b.
Ego : Papa tetap bersikeras membujuk tuan dan nyonya
untuk memberikan warisan.
“Iya, Yah. Kami sangat
membutuhkan. Toh nanti juga warisan itu akan diberikan pada kami juga.”
5.
Tokoh Mawar
·
Fisiologi :
berumur 21 tahun, wanita hamil.
“Baiklah ! Ketahui bahwa
Mawar kini tengah mengandung anakku. “
·
Sosiologi :
anak bungsu tuan dan nyonya, istrinya Noki, mahasiswa.
“Bagaimana kuliahmu. Jangan
terlalu banyak pacaran.”
·
Psikologi :
sabar dan dewasa
“Mawar
percaya segala sesuatu keputusan Ibu sebenarnya ingin membahagiakan diri Mawar,
namun harus Ibu ketahui bahwa tidak setiap keputusan Ibu yang berkaitan dengan
Mawar selalu baik buat Mawar.”
a.
Id : keinginan Mawar mendapat restu dari nyonya dan tuan
atas hubungannya dengan Noki.
“Terus
terang selama ini kami merahasiakan hubungan kami yang sebenarnya. Sekarang
saatnyalah kami harus berterus terang. Sebelumnya kami minta maaf sama Ayah dan
Ibu. Sebenarnya kami telah menikah.”
b. Ego
: Mawar bersikeras dan berjuang untuk mendapat restu dari ibunya.
“Noki
benar Ibu. Ibu tidak boleh keras seperti ini. Ini menyangkut masa depan Mawar.”
6. Tokoh
Noki
·
Fisiologi :
remaja, modis, macho.
“yang laki-laki sedikit
macho. “
·
Sosiologi :
suami dari Mawar
“Kami
adalah suami istri.”
·
Psikologi :
berani, nekat, teguh pada pendirian.
“Permasalahan
kami pelik. Dan kami tidak mau putus hanya karena paksaaan orangtua.”
a.
Id : keinginan Noki mendapat restu dari Tuan dan Nyonya
“Maaf Ibu. Mengenai hubungan kami. Rasanya tidak
sesederhana yang Ibu bayangkan. Permasalahan kami pelik. Dan kami tidak mau
putus hanya karena paksaan orangtua.”
b. Ego
: Noki tetap berusaha menjelaskan hubungannya dengan Mawar agar disetujui oleh Nyonya.
“Masalahnya bukannya sah atau tidak sah menurut Ibu.
Tapi kami telah berjanji di hadapan Allah, terlebih ada saksinya pula.”
c. Super Ego :
Noki keluar dari rumah dan tidak memaksakan Nyonya untuk memberi restu.
“Baiklah !
Ketahui bahwa Mawar kini tengah mengandung anakku.”
7. Eyang
Kakung
·
Fisiologi :
usia 80 tahun, beruban.
“Dari arah kamar belakang
muncul seorang kakek, rambut putih semua.”
·
Sosiologi : ex
manajer di
sebuah perusahaan roti , ayah dari Tuan Sunan.
“Sebelum dilanda kepikunan
yang menumpuk, ia seorang manajer di sebuah perusahaan roti miliknya sendiri..”
·
Psikologi :
pelupa dan sering mengigau sendiri.
“Mama juga nggak habis pikir, kenapa seseorang bisa jadi
pelupa dan hanya ingat masa lalu saja.”
8.
Ijah
·
Fisiologi :
usia 17 tahun, berpakaian minim, seronok, mengundang birahi.
“Tiba-tiba muncul IJAH
dengan pakaian minim, seronok, mengundang birahi.”
·
Sosiologi : pembantu
rumah tangga
“Dan Ijah pembantu rumah
tangga yang genit.”
·
Psikologi : genit,
sabar.
“Iya. Sudah
Tuan. ( Segera pergi sambil membawa barang-barang. Genit ).”
BAB III
PENUTUP
Simpulan :
Jadi, drama adalah karya
sastra yang berbentuk dialog yang biasanya untuk pertunjukkan. Kajian drama
adalah kegiatan mempelajari unsur-unsur dan hubungan antar unsur dalam drama
bertolak dari pendekatan, teori, dan cara kerja tertentu. Dalam mengkaji drama
Rumah di tubir juram ini penulis mengkaji dengan kajian psikoanalisis dalam
aspek moral dan sikap pada manusia.
DAFTAR PUSTAKA
Wellek, Rene dan Austin Warren.1995. Teori Kesusastraan. Terj. Melani
Budianta. Gramedia : Jakarta.
Kutha, Nyoman. 2004. Teori,
Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Pustaka Pelajar: Jogjakarta.
Hardjana, Andre. 1981. Kritik Sastra Sebuah Pengantar. Gramedia
: Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar