BAB
I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Mayoritas manusia tentu mendambakan kebahagiaan, menanti ketentraman dan
ketanangan jiwa. Tentu pula semua menghindari dari berbagai pemicu gundah
gulana dan kegelisahan. Terlebih dalam lingkngan keluarga. Ingatlah semua ini
tak akan terwujud kecuali dengan iman kepada Allah, tawakal dan mengembalikan
semua masalah kepadaNya, disamping melakukan berbagai usaha yang sesuai dengan
syari'at.
Pentingnya keharmonisan keluarga yang paling berpengaruh untuk pribadi
dan masyarakat adalah pembentukan keluarga dan komitmen pada kebenaran. Allah
dengan hikmahNya telah mempersiapkan tempat yang mulia bagi manusia untuk
menetap dan tinggal dengan tentram di dalamnya. FirmanNya: "dan
diantara tanda-tanda kekuasanNya adalah Dia mencipatakan untukmu istri-istri
dari jenismu sendiri supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya dan
diajadikanNya diantara kamu rasa kasih sayang. Sungguh pada yang demikian itu
benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir." (Ar
Rum: 21)
Maka suami istri akan mendapatkan ketenangan pada pasangannya di kala
datang kegelisahan dan mendapati kelapangan di saat dihampiri kesempitan.
Sesungguhnya pilar hubungan suami istri adalah kekerabatan dan persahabatan
yang terpancang di atas cinta dan kasih sayang. Hubungan yang mendalam dan
lekat ini mirip dengan hubungan seseorang dengan dirinya sendiri. Al Qur'an
menjelaskan: "Mereka itu pakaian bagimu dan kamu pun pakaian
baginya." (Al Baqarah: 187)
B. Rumusan
Masalah
Makalah ini disusun dengan rumusan sebagai
berikut :
1. Apakah
tujuan berkeluarga menurut islam?
2. Bagaimana
persiapan menikah?
3. Apakah
hukum melakukan pernikahan?
4. Apakah
larangan-larangan melakukan pernikahan?
5. Bagaimanakah
pelaksanaan pernikahan?
6. Bagaimanakah
meningkatkan mutu pernikahan?
7. Bagaimanakah
cara membina keluarga?
8. Apa
kewajiban-kewajiban dalam berkeluarga?
C. Tujuan
Penulisan Makalah
Adapun tujuan dari penyusunan makalah adalah
sebagai berikut :
1. Mengetahui
tujuan berkeluarga menurut islam
2. Mengetahui
bagaimana persiapan dalam pernikahan
3. Mengetahui
hukum melakukan pernikahan
4. Mengetahui
larangan-larangan melakukan pernikahan
5. Mengetahui
pelaksanaan pernikahan
6. Mengetahui
bagaimana meningkatkan mutu pernikahan
7. Mengetahui
cara-cara membina keluarga
8. Mengetahui
kewajiban-kewajiban dalam berkeluarga
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Keluarga
Keluarga
adalah unit terkecil di masyarakat. Sebuah keluarga akan kokoh bila dibentuk
atas dasar pernikahan yang sah. Jika kita ingin membangun kehidupan yang kokoh
di masyarakat, maka kita harus memulainya dari keluarga. Tujuan keluarga adalah
keluarga merupakan tempat menyalurkan kebutuhan seksual secara terhormat,
melalui keluarga, cinta dan kasih sayang bisa dipupuk dan dibina, anak-anak
dapat dilindungi dari ketidak pastian masa depannya. Pondasi masyarakat biasa
dibangun melalui keluarga.
B.
Pernikahan
Ø Persiapan
Nikah
Sebelum
melakukan pernikahan, kita harus mempunyai calon pasangan. Dalam menentukan
calon pasangan, Rasulullah memberikan tuntutan hendaknya memperhatikan agama
calon pasangannya. Seberapa dalam dia memiliki pemahaman terhadap ajaran
agamanya, tentunya untuk umat muslim harus memilih calon pasangan seorang
muslim pula.
Setelah
menentukan pilihan calon pasangan, hal yang di sunnahkan adalah meminang.
Meminang adalah menyampaikan maksud mau menikahi dari seorang laki-laki pada
seorang wanita baik secara langsung maupun dengan perantara seseorang yang
dapat dipercaya.
Ø Hukum
Melakukan Pernikahan
Asal
hukum melakukan pernikahan adalah ibadah atau kebolehan atau halal. Namun
berdasarkan perubahan ‘illahnya, maka dari ibadah atau kebolehan hukum
pernikahan dapat beralih menjadi sunnah, wajib, makruh, dan haram.
1. Hukumnya
menjadi Sunnah
Seseorang
apabila dipandang dari segi pertumbuhan jasmaninya telah wajar dan cenderung
untuk nikah serta biaya hidup telah ada, maka baginya menjadi sunnahlah untuk
melakukan pernikahan. Jika dia nikah dia mendapat pahala dan jika tidak atau
belum, dia tidak mendapat dosa dan tidak mendapat pahala.
2. Hukumnya
menjadi Wajib
Seseorang
apabila dipandang dari segi biaya kehidupan telah mencukupi dan dipandang dari
sudut pertumbuhan jasmaninya sudah sangat mendesak untuk nikah, sehingga jika
tidak nikah dia akan terjerumus kepada penyelewengan, maka menjadi wajiblah
baginya untuk menikah. Jika dia tidak nikah akan mendapat dosa dan jika dia
menikah mendapat pahala.
3. Hukumnya
menjadi Makruh
Seseorang
yang dipandang dari sudut pertumbuhan jasmaninya telah wajar untuk nikah
walaupun belum sangat mendesak, tetapi belum ada biaya untuk hidup sehingga
jika dia nikah akan membawa kesengsaraan hidup bagi isteri dan anak-anaknya,
maka makruklah baginya untuk menikah. Jika dia menikah mendapat dosa, jika dia
tidak menikah mendapat pahala.
4. Hukumnya
menjadi Haram
Apabila
seorang laki-laki hendak menikahi seorang perempuan dengan maksud menganiaya
atau memperolok-oloknya maka haramlah bagi laki-laki itu menikahi perempuan
tersebut. Jika dia menikah dengan maksud tersebut mendapat dosa, sedangkan
tidak menikahi karena mempunyai tujuan tersebut maka mendapat pahala.
Ø Larangan
Melakukan Pernikahan
1. Larangan
Pernikahan karena Perlainan Agama
Terlihat dalam Q.S. Al
Baqarah : 221 berisikan ketentuan-ketentuan sebagai berikut :
a. Jangan
kamu kawini perempuan musyrik hingga dia beriman.
b. Jangan
kamu kawinkan laki-laki musyrik hingga dia beriman.
c. Orang
musyrik itu membawa kepada neraka sedangkan Tuhan membawa kamu kepada kebaikan
dan keampunan.
2. Larangan
Pernikahan karena Hubungan Darah yang sangat Dekat
Larangan itu tercantum
dalam Q.S. An Nisa : 23 yang berisi :
a. Diharamkan
bagi kamu mengawini ibu kamu
b. Anak
perempuan kamu
c. Saudara
perempuan kamu
d. Saudara
perempuan ibu kamu
e. Saudara
perempuan bapak kamu
f. Anak
perempuan saudara laki-laki kamu
g. Anak
perempuan saudara perempuan kamu
3. Larangan
Pernikahan karena Hubungan Sesusuan
Mereka
yang sesusuan itu telah menjadi saudara, dan disebut saudara sesusuan. Namun
saudara sesusuan itu tidak menjadikan hubungan persaudaraan sedarah untuk
terjadinya saling mewarisi.
Larangan ini terdapat
di Q.S. An Nisa : 23, berupa :
h. Ibu
susu kamu
i.
Saudara perempuan sesusuan kamu
4. Larangan
Pernikahan karena Hubungan Semenda
Hubungan semenda
artinya hubungan kekeluargaan yang timbul karena perkawinan yang telah terjadi
terlebih dahulu. Larangan ini terdapat di Q.S. An Nisa : 23, yaitu :
j.
Ibu isteri kamu (mertua kamu yang
merempuan)
k. Anak
tiri kamu yang perempuan yang ada dalam pemeliharaan kamu, dari isteri yang
telah kamu campuri, dan apabila isteri itu belum kamu campuri maka tidak
mengapa kamu kawini anak tiri itu.
l.
Isteri anak shulbi kamu (menantu kamu
yang perempuan)
m. Dan
bahwa kamu kawini sekaligus dua orang bersaudara
5. Larangan
Pernikahan karena Poliandri
Larangan mengawini
perempuan yang bersuami terdapat dalam Q.S An Nisa : 24 yaitu :
a. Dan
perempuan yang mempunyai suami
Maksudnya diharamkan
pula kamu mengawini perempuan yang sedang bersuami.
6. Larangan
Pernikahan karena Undang-undang
Dalam Undang-undang
Perkawinan mengenai larangan perkawinan ini diatur dalam pasal 8. Bunyi pasal 8
adalah Perkawinan dilarang antara dua orang
yang :
a. Berhubungan
darah dalam garis keturunan lurus ke bawah ataupun ke atas
b. Berhubungan
darah dalam garis keturunan menyamping yaitu antara saudara, antara seorang
dengan saudara orang tua dan antara seorang dengan saudara neneknya.
c. Berhubungan
semenda, yaitu mertua, anak tiri, menantu ibu/ bapak tiri
d. Berhubungan
susuan, yaitu orang tua susuan, anak susuan, saudara susuan, dan bibi/paman
susuan.
e. Berhubungan
saudara dengan istri atau sebagai bibi atau kemenakan dari isteri, dalam hal
seorang suami beristri lebih dari seorang.
f. Mempunyai
hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang berlaku dilarang kawin.
Ø Pelaksanaan
Pernikahan
Pernikahan
akan dipandang sah apabila memenuhi ketentuan yaitu adanya pasangan yang akan
dinikahkan dan adanya akad nikah. Akad nikah berasal dari kata-kata’aqad nikah
yang berasal dari sebutan Al-Quran ‘aqdu al-nikaah, dalam kata sehari-hari di
Indonesia disebut akad nikah. Akad nikah berarti perjanjian mengikatkan diri
dalam perkawinan antara seorang wanita dengan seorang laki-laki.
Beberapa
hal yang berkenaan dengan akad nikah adalah :
1. Ijab
Kabul
Ijab
adalah penegasan kehendak mengikatkan diri dalam bentuk perkawinan dan
dilakukan oleh pihak perempuan ditujukan kepada laki-laki calon suami. Kabul
adalah penegasan penerimaan mengikatkan diri sebagai suami isteri yang
dilakukan oleh pihak laki-laki. Pelaksanaan penegasan qabul ini harus diucapkan
pihak laki-laki langsung sesudah ucapan penegasan ijab pihak perempuan, tidak
boleh mempunyai antara waktu yang lama.
2. Wali
Pihak Perempuan
Wali adalah orang yang
tanggung jawab menikahkan calon pasangan suami isteri. Ada berbagai macam wali
pihak perempuan, yaitu :
a. Wali
Nasab
Anggota
keluarga laki-laki bagi calon pengantin perempuan yang mempunyai hubungan darah
patrilinial dengan calon pengantin perempuan.
Yang termasuk wali nasab adalah bapak, datuk,
saudara laki-laki bapak, saudara laki-lakinya sendiri.
b.
Wali Hakim
Wali hakim adalah penguasa atau wakil
penguasa yang berwenang dalam bidang perkawinan. Biasanya penghulu atau petugas
lain dari Departemen Agama. Jika ditemui kesulitan untuk hadirnya wali nasab
atau ada halangan dari wali nasab, maka seorang calon pengantin perempuan dapat
mempergunakan bantuan wali hakim baik melalui Pengadilan Agama atau tidak.
c.
Dua Orang Saksi
Kesaksian untuk suatu pernikahan hendaklah
diberikan kepada dua orang laki-laki dewasa dan adil yang dapat dipercaya. Syarat
dua orang saksi ini adalah syarat yang biasa dalam kejadian-kejadian penting
sebagai penguat dalam suatu kejadian yang menghendaki pembuktian. Syarat-syarat
kedua saksi tersebut adalah :
a.
Islam. Tidak dapat diterima kesaksian
orang yang bukan islam.
b.
Dewasa atau baligh yaitu sekitar berumur
wajar untuk kawin.
c.
Laki-laki yang adil yang dapat terlihat
dari perbuatannya sehari-hari.
d.
Mahar atau Sadaq
Mahar atau sadaq dalam hukum perkawinan dalam
islam adalah kewajiban yang harus dibayarkan oleh seorang pengantin laki-laki
kepada pengantin perempuan. Hukum pemberian mahar adalah wajib.
Ø Meningkatkan
Mutu Pernikahan
Dalam
suatu pernikahan dapat mengalami pasang surutnya kehidupan seseorang yang
sedang membina rumah tangga. Hal ini adalah merupakan ujian bagi kaum mu’min.
Oleh karena itu, maka derita kegagalan, sakit, dan lain-lainnya hendaknya
dihadapi dengan kesabaran dan kepercayaan bahwa kita hidup adalah untuk
berbakti kepada Allah dan kepada-Nya kita akan kembali.
Untuk
menjaga ketertiban dalam pernikahan, hendaknya :
1. Pernikahan
didahului dengan pinangan yang disampaikan kepada wali dan hendaknya diinsyafi
bahwa tidak baik orang yang mempersulit kelangsungan pernikahan.
2. Pernikahan
dilaksanakan dengan ijab qabul yang dipersiapkan di mana diutamakan pembacaan
khutbah nikah sebagai dituntutkan Nabi saw.
3. Dalam
hidup berumah tangga seorang mukmin seharusnya penuh dengan kebaktian dan
selalu berusaha membersihkan diri dari segala yang haram sampai dalam usaha
mencari nafkah kehidupan.
C.
Membina
Keluarga
Keluarga
adalah persekutuan hidup berdasarkan pernikahan yang sah terdiri dari suami,
istri, dan anak-anak. Pengertian
keluarga dapat ditinjau dari dimensi hubungan darah dan hubungan sosial.
Keluarga dalam dimensi hubungan darah adalah suatu kesatuan yang diikat oleh
hubungan darah antara satu dengan lainnya. Berdasarkan dimensi hubungan darah
ini, keluarga dapat dibedakan menjadi keluarga besar dan keluarga inti.
Sedangkan dalam dimensi hubungan sosial, keluarga adalah suatu kesatuan yang
diikat oleh adanya saling berhubungan atau interaksi dan saling mempengaruhi
antara satu dengan lainnya.
Pola
asuh orang tua dalam keluarga sangatlah penting dalam menuju keluarga sejahtera
dan islami. Pendidikan dalam keluarga memiliki nilai strategis dalam
pembentukan kepribadian anak. Sejak kecil anak sudah mendapat pendidikan dari
kedua orang tuanya melalui keteladanan dan kebiasaan hidup sehari-hari dalam
keluarga.
Dalam
berkeluarga perlu pula untuk berkomunikasi. Komunikasi adalah suatu kegiatan
yang pasti terjadi dalam kehidupan keluarga. Tanpa komunikasi, sepilah
kehidupan keluarga dari kegiatan berbicara, berdialog, bertukar pikiran, dan
sebagainya. Akibatnya kerawanan hubungan antara anggota keluarga pun sukar
untuk dihindari. Oleh karena itu,
komunikasi antara suami dan istri, antara ayah, ibu, dan ank, komunikasi antara
ayah dan anak, komunikasi antara ibu dan anak dan komunikasi antara anak dan
anak perlu dibangun secara harmonis dalam rangka membangun pendidikan yang baik
dalam keluarga.
Dalam
menciptakan keluarga yang islami dan sejahtera pasti mendapatkan halangan dan
konflik-konflik yang terjadi. Konflik dalam keluarga sering muncul dalam bentuk
yang bervariasi. Dalam islam, ada salah satu cara mengelola konflik dengan
efektif, yaitu dengan mempergunakan kata “maaf” . konsep maaf ini secara
implisit dimaksudkan untuk menepis perasaan permusuhan, pertentangan batin, atau
perkelahian, dan sebagainya yang berpotensi mencerai beraikan tali ukhuwah.
Dalam
kehidupan keluarga, kata maaf ini harus ditradisikan oleh semua anggota
keluarga. Suami (ayah) dan istri (ibu) jangan pelit saling memaafkan. Orang tua
tidaklah hina meminta maaf kepada anak atas kesalahan yang telah diperbuat
kepadanya. Pendidikan kemaafan ini penting untuk dibangun sebagai warisan
akhlak al-karimah yang bernilai tinggi.
Ketika
konflik dalam keluarga sudah dikelola dengan baik, maka terbukalah jalan untuk
membangun komunikasi yang harmonis dengan memperhatikan aturan hubungan dalam keluarga.
D.
Kewajiban-Kewajiban
dalam Berkeluarga
a.
Kewajiban terhadap Diri Sendiri
Kehidupan
manusia sebagai makhluk Tuhan yang paling sempurna dan mulia yang ditugaskan
selaku pengatur di dunia ini mempunyai pertanggung jawab yang sangat berat.
Untuk melaksanakan amanat Tuhan yang mulia dan berat itu, maka Tuhan telah
memperlengkapi kehidupan manusia dengan perlengkapan yang sesuai dengan tugas
dan kewajibannya.
Sebelum
meninjau kewajiban-kewajiban seseorang terhadap yang lain, maka terlebih dahulu
harus difikirkan kewajiban-kewajiban terhadap diri sensiri. Kewajiban seseorang
terhadap dirinya yang terpenting adalah menjaga diri sebaik-baiknya, sehingga
memenuhi fungsinya dengan semestinya. Diantara kewajiban terhadap diri sendiri
yaitu : memelihara dan menjaga badan jasmani sehingga menjadi sehat dan kuat,
memelihara dan menjaga jiwa dan hati sehingga dapat memenuhi tugasnya sebagai
manusia, memelihara dan mempertahankan agamanya sehingga mendapatkan keridlaan
Tuhan dan keselamatan dunia dan akhirat.
b.
Kewajiban terhadap Istri
Kewajiban-kewajiban
suami merupakan salah satu syarat untuk menuju kepada kesejahteraan
keluarganya.Diantara kewajiban-kewajiban suami terhadap istri adalah berlaku
sopan santun dan selalu bermuka manis serta menampakkan rasa kasih sayangnya
kepada istri. Tidak boleh bertindak atau mengeluarkan ucapan-ucapan yang
kiranya dapat menyinggung perasaannya.
Menaruh
perhatian terhadap istrinya dengan selalu menjaga kehormatannya, serta menjaga
nama baik istri dan keluarganya adalah suatu hal yang tidak boleh dilupakan
bagi seorang suami. Mencukupi perbelanjaan rumah tangga terutama untuk makan,
minum dan perumahan serta alat-alat perlengkapannya menurut kadar kekuatannya
tidak patut untuk dilupakan.
Dalam suatu hadits yang
diriwayatkan Muslim dan Ahmad yang artinya :
Uang
dinar yang kamu berikan untuk kepentingan sabilillah, memerdekakan budak, kamu
sedekahkan kepada orang miskin dan yang kamu berikan sebagai nafkah kepada
istrimu, diantara kesemuanya itu yang terlebih besar pahalanya ialah yang kamu
berikan kepada istrimu.
Suami
hendaknya berlaku sabar, tenang, lapang dada dalam menghadapi
kekurangan-kekurangan yang ada pada istrinya dengan selalu memberikan bimbingan
dan pendidikan ke arah kebaikan dan mendidik istrinya ke arah kemuliaan budi
pekerti serta akhlaknya.
c.
Kewajiban terhadap Suami
Istri
hendaknya taat dan patuh serta hormat terhadap suaminya, karena mengingat bahwa
tanggung jawab yang besar di dalam rumah tangga adalah di tangan suami. Perlu
diperhatikan bahwa persamaan hak antara suami dan istri bukanlah berarti bahwa
si istri leluasa menyanggah suaminya. Istri hendaknya berlaku sopan santun dan
selalu bermanis muka serta menampakkan rasa kecintaan dan penuh kepercayaan
terhadap suami. Senyum simpul yang selalu nampak pada wajahnya, dan budi
pekertinya serta budi bahasanya yang lemah lembut adalah sifat yang sangat
menarik perhatian suami, yang dapat melipur di waktu susah, menenangkan hatinya
disaat gelisah.
Dalam
suatu hadits disebutkan :
Sebaik-baiknya
perempuan (istri) ialah yang menyenangkan hatimu bila engkau
melihatnya dan ta’at kepadamu jika engkau
perintah, serta dapat menjaga kehormatan dirinya dan harta bendamu di waktu
engkau pergi.
Kecakapan
mengatur alat-alat rumah tangga, kepandaian memasak serta menjahit, mengasuh
dan mendidik anak adalah kepandaian pokok seorang istri. Selain itu istri
hendaknya menghormati kedua orang tua, saudara dan keluarga suami. Istri
hendaknya hemat, cermat dan rajin serta pandai menyimpan. Uang perbelanjaan
rumah tangga hendaknya dipergunakan dengan yang semestinya serta
sehemat-hematnya.
d.
Kewajiban Suami Istri
Suami
istri harus pula memperhatikan hal-hal berikut :
1.
Dalam keluarga antara suami dan istri
harus setia dalam hubungan berumah tangga, berpegang teguh kepada dasar dan tujuan
perkawinan.
2.
Antara suami dan istri harus dapat
menyimpan rahasia rumah tangga.
3.
Suami dan istri harus saling menghargai,
menghormati dan percaya serta berlaku jujur terhadap yang lain.
4.
Masing-masing harus menutupi segala
cacat dan cela yang ada pada pihak lainnya.
5.
Masing-masing suami istri harus
membiasakan hidup sederhana, berlaku hemat dan cermat.
6.
Setiap persengketaan hendsknya saling
dihadapi dengan tenang dan harus berusaha bersedia menerima penyelesaian.
e.
Kewajiban Anak kepada Orang Tua
Orang tua adalah orang yang paling besar
jasanya kepada anaknya. Keduanya telah menanggung kesulitan dalam memelihara
dan merawat anak mereka sejak dalam kandungan sampai lahir dan menjadi dewasa.
Sebagai timbal balik, islam mengajarkan tuntunan bagaimana seharusnya seorang
anak berbakti pada orang tuanya, yakni :
1.
Mencukupi Kebutuhan Orang Tua
Sesuai
dengan Q.S. Al-Baqarah [2] : 215 yang artinya :
Mereka
bertanya kepadamu (Muhammad) tentang apa yang harus mereka infakkan.
Katakanlah, “Harta apa saja yang kamu infakkan, hendaknya diperuntukkan bagi
kedua orang tua, kerabat, anak yatim, orang miskin dan orang yang dalam
perjalanan.
“Dan kebaikan apa saja
yang kamu kerjakan, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui”.
Akhlak
ini berlaku kepada anak yang sudah mandiri dan memiliki penghasilan sendiri.
Meskipun ia sudah sanggup membiayai dirinya sendiri dengan penghasilan yang
diperoleh, hendaknya ia tidak lupa untuk menafkahkan sebagian penghasilannya
kepada orang tuanya.
2.
Melayani Orang Tua ketika Diperlukan
Melayani
orang tua memiliki bobot ibadah kepada Allah, terutama ketika orang tua sangat
membutuhkan. Sudah semestinya sang anak selalu siaga untuk melayani orang
tuanya, meski tidak dibutuhkan. Kadang, orang tua malu atau segan meminta
bantuan kepada anaknya.
Oleh
karena itu, seorang anak dituntut memiliki kepekaan yang tinggi. Ia mesti
menyelidiki apa saja yang bisa dibantu. Ketika orang tua terengah-engah memikul
beban kehidupan, dengan sigap sang anak ikut menopang. Jika orang tua kesulitan
memecahkan problematika hidup, dengan gesit anak mencurahkan andilnya.
Menurut
hadits ath-Thabrani “Layanilah orang tua mu. Jika kamu ikhlas melakukannya,
maka nilainya sama dengan pahala naik haji, umrah, dan berjihad di jalan
Allah,” (H.R. ath-Thabrani)
3.
Memenuhi Panggilan Orang Tua
Ketika
orang tua memanggil sang anak, biasanya mereka memerlukan sesuatu. Karena itu,
anak wajib menjawab dan memenuhi panggilan mereka. Orang tua akan sangat
bahagia bila sang anak dengan segera memenuhi panggilannya. Lebih senang lagi,
jika panggilan mereka disambut dengan penuh hormat dan santun.
Bila
orang tua memanggil, sebisa mungkin sang anak cepat-cepat menghadap. Apa pun
yang sedang dikerjakan, ia harus meninggalkannya untuk sementara waktu guna
memenuhi panggilan orang tua. Hukum memenuhi panggilan orang tua adalah wajib.
4.
Patuh Menjalankan Perintah Orang Tua
Sepanjang
perintah orang tua mengandung unsur kabaikan, wajib hukumnya bagi sang anak
mematuhinya. Akan tetapi, bila perintah tersebut menjurus kepada kemaksiatan,
maka anak tidak wajib taat. Hanya saja, kendatipun sikap orang tua menyimpang
dari garis agama, sang anak tetap berkewajiban menggauli mereka dengan baik.
Bahkan meski orang tua musyrik, anak masih berkewajiban menyayangi dan
menyantuni mereka.
5.
Berbicara kepada Orang Tua dengan Bahasa
yang Sopan dan Lemah Lembut
Salah
satu wujud penghormatan anak kepada orang tua adalah bertutur kata yang baik.
Allah berfirman yang artinya :
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu
jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak. Jika
salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam
pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya
perkataan “ah” dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada
keduanya perkataan yang baik. (Q.S. al-isra [17] : 23)
Dengan gamblang Allah menyuruh anak untuk
senantiasa menghormati orang tuanya. Ketika anak berbicara dengan orang tuanya,
hendaknya tidak ada sepatah kata pun yang menyakiti hati mereka, baik dari segi
kandungan ucapan maupun tata bahasa yang digunakan. Maksud kandungan ucapan
adalah seperti membantah dan menolak. Adapun yang dimaksud dengan tata bahasa
adalah seperti tutur kata yang kasar dan suara yang keras.
6.
Mendoakan Orang Tua
Mendoakan orang tua adalah
kewajiban seorang anak, baik ketika mereka masih hidup atau sudah meninggal
dunia. Hubungan psikologi anak dengan orang tua begitu dekat, sehingga sangat
besar kemungkinan doa dipanjatkan dengan khusyuk. Doa yang khusyuk mudah
dikabulkan oleh Allah swt. Karenanya, sang anak harus selalu berdoa untuk orang
tuanya.
Surah al-Isra [17] ayat 24 yang
artinya :
Dan rendahkanlah dirimu terhadap
keduanya dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah, “wahai Tuhanku! Sayangilah
keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku pada waktu kecil.”
Surah diatas menjadi dalil yang
kuat mengenai kewajiban anak untuk mendoakan orang tuanya. Di antara doa yang
dipanjatkan adalah semoga Allah menyayangi keduanya sebagaimana mereka
menyayangi pada waktu kecil. Salah satu kemuliaan anak di dunia dan akhirat
adalah kalau mendapatkan restu dan rida orang tua. Orang tua akan sangat senang
dan rida jika sang anak mendoakannya. Tanpa diminta pun, mereka akan mendoakan
keselamatan dan kebahagiaan sang anak di dunia dan akhirat.
f.
Kewajiban Orang Tua kepada Anak
Kebahagiaan suami istri dalam mengayuh
biduk rumah tangga tidak lengkap tanpa kehadiran seorang anak. Sebab, anak
adalah buah hati dan tambatan jiwa. Kepada anak, orang tua menggantungkan
keberlanjutan rantai keturunan dan menumpahkan kasih sayang. Berikut panduan islam
tentang kewajiban orang tua kepada anak :
1.
Melindungi Janin dengan Ikhtiar Lahiriah
dan Bathiniah
Ketika anak berada dalam kandungan, sudah
menjadi kewajiban ibu menjaga sang janin dari segala marabaya yang bisa
menimpa. Karenanya, aborsi dalam islam termasuk perbuatan yang sangat dikutuk.
Sebab, itu merupakan pembunuhan terhadap makhluk Allah.
Untuk melindungi kesehatan bayi, ibu
perlu mengonsumsi makanan-makanan yang bergizi. Sebab, saripati makanan itu
diserap oleh janin dan disalurkan ke seluruh bagian fisiknya. Jika saripati
makanan tersebut mengandung gizi yang tinggi, tentu kondisi fisik anak akan
kuat dan tangguh. Sebaliknya, kondisi sang anak akan lemah jika asupan makanan
ibunya mengandung kadar gizi yang rendah.
Kondisi psikologis ibu juga perlu
mendapat perhatian. Ketika mengandung, ibu perlu menata hati agar tidak mudah
terguncang. Guncangan yang hebat memiliki pengaruh fatal pada janin.
2.
Memberikan Nafkah dengan Harta yang
Halal
Pengaruh nafkah yang halal terhadap
kualitas anak uang dilahirkan sangatlah besar. Setiap nafkah yang dikonsumsi
anak dapat memengaruhi kualitas keimanan dan kesalehannya. Jika makanan yang
diberikan kepada anak adalah halal, baik dari segi barang maupun
asal-muasalnya, maka peluang anaknya untuk menjadi saleh sangat tinggi. Sebab,
makanan itu akan mengalir dalam darahnya dan mengiringi setiap langkah hidupnya.
Begitu juga, jika nafkah yang diberikan kepada anak berasal dari barang haram,
mustahil ia tumbuh menjadi anak yang pintar, cerdas, dan brilian, tetapi
kualitas hatinya sangat kerdil.
3.
Mengkhitan Anak
Khitan adalah praktik memotong
selaput kulit yang menutupi kepala zakar lelaki atau memotong sedikit ujung
daging yang tumbuh dalam kemaluan perempuan. Khitan bagi anak laki-laki
mengandung hikmah yang sangat banyak. Menurut kedokteran, khitan dapat
menyehatkan organ seksual dan menyelamatkannya dari bakteri-bakteri pengganggu,
serta menjaga zakar dari kenajisan air kencing.
Mengenai hukum berkhitan, terdapat
perbedaan pendapat di kalangan ulama. Menurut Imam Abu Hanifah dan Imam Hasan
al-Basri, hukum khitan adalah sunah. Tetapi bagi Imam Syafi’i dan Imam Malik,
hukum khitan adalah wajib.
4.
Merawat Anak dengan Penuh Kasih Sayang
Sebagai amanat yang dititipkan Allah
kepada orang tua, anak wajib dirawat, dibesarkan, dan diasuh dengan penuh kasih
sayang. Salah satunya adalah dengan memberikan asupan makanan yang bergizi.
Melalui cara ini, anak dapat tumbuh sehat dan cerdas.
Dalam
islam, seorang ibu dibimbing untuk menyusui anaknya sampai dua tahun. Mulai
sejak lahir sampai berumur dua tahun, hendaknya anak hanya diberikan air susu
ibu (ASI), bukan makanan lainnya. Panduan tentang menyusui anak ini tertuang
dalam firman Allah yang artinya berikut.
Dan
ibu-ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh, bagi yang ingin
menyusui secara sempurna. Dan kewajiban ayah menanggung nafkah dan pakaian
mereka dengan cara yang patut. Seseorang tidak dibebani lebih dari kesanggupannya.
Janganlah seorang ibu menderita karena anaknya dan jangan pula seorang ayah
(menderita) karena anaknya. Ahli waris pun (berkewajiban) seperti itu pula.
Apabila keduanya ingin menyapih dengan persetujuan dan permusyawaratan antara
keduanya, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin menyusukan
anakmu kepada orang lain, maka tidak ada dosa bagimu memberikan pembayaran
dengan cara yang patut. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah
Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. (Q.S. al-Baqarah [2] : 223)
5.
Mendidik Anak dengan Baik
Sebagai
amanat Allah yang harus dipertanggungjawabkan di hadapan-Nya, anak memerlukan
pendidikan yang baik dan memadai dari orang tua. Pendidikan di sini bermakna
luas, baik berupa akidah, etika, maupun hukum islam. Selain itu, pendidikan
tidak hanya dapat dijalankan di sekolah, tetapi juga di rumah.
Pendidikan
di rumah dilakukan sejak anak masih kecil sampai beranjak dewasa. Pendidikan di
sekolah hanya menjadi bagian kecil dari keseluruhan peran orang tua yang
diserahkan kepada guru. Sebenarnya, yang lebih dominan adalah pendidikan yang
ditanamkan orang tua. Pendidikan di sekolah hanya mencakup pendidikan keilmuan,
sedangkan pendidikan yang berkaitan dengan akidah dan akhlak tetap berada dalam
tanggung jawab orang tua secara penuh.
BAB III PENUTUPAN
A.
Simpulan
Keluarga adalah unit terkecil di
masyarakat yang terdiri dari ayah, ibu dan anak. Untuk membina keluarga perlu
menjalankan sebuah pernikahan terlebih dahulu, pernikahan yang sah menurut
agama dan negara. Sebelum melakukan pernikahan, harus menjalankan persiapan-persiapan
sebelum menikah yaitu memilih calon pasangan yang seagama terutama, dan sudah
dipastikan bukan muhrimnya. Selain memilih calon pasangan, harus diadakan
peminangan dari seorang laki-laki pada seorang wanita untuk menyampaikan maksud
ingin menikahi.
Dalam pelaksanaan pernikahan terdapat
hukum-hukum nikah, larangan-larangan nikah, dan syarat sah pernikahan yang
terdiri dari akad, wali, dua orang saksi, dan mahar. Setelah terjadinya
penikahan, akan membentuk sebuah keluarga. Membangun keluarga yang sakinah,
mawadah, warrahmah tidaklah mudah, penuh dengan rintangan dan tantangan. Agar
dapat menciptakan keluarga yang bahagia dan sejahtera, islam mengajarkan
kewajiban-kewajiban setiap anggota keluarga.
B.
Saran
Diharapkan setiap umat islam dapat menjaga
dan membina keluarganya dengan sebaik-baiknya. Harus terjadi keselarasan di
antara anggota keluarga. Setiap anggota keluarga harus mengetahui hak dan
kewajibannya sebagai anggota keluarga di rumah. Untuk yang akan berumah tangga
diharapkan dapat memilih pasangan yang jelas bibit bebet bobotnya, jelas agama
dan ketaatannya terhadap agama, memilih pasangan yang sholeh.
DAFTAR PUSTAKA
Nuri, Sukamto. 1981. Petunjuk Membangun dan Membina Keluarga
Menurut Ajaran Islam. Surabaya: Al-Ikhlas.
Thalib, Sayuti. 1974. Hukum kekeluargaan Indonesia. Jakarta:
VIP.
Djamarah, Syaiful
Bahri. 2004. Pola Komunikasi Orang Tua
& Anak dalam Keluarga. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Salamulloh, M Alaika.
2008. Akhlak Hubungan Vertikal.
Yogyakarta: PT Pustaka Insan Madani.
Tim Dosen Pendidikan
Agama Islam Universitas Pendidikan Indonesia. 2009. Islam Tuntutan dan Pedoman Hidup. Bandung: Value Press
Tidak ada komentar:
Posting Komentar