i'm in process to be success

i'm in process to be success

Jumat, 12 Oktober 2012

Membangun Keluarga Islami

BAB I PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang Masalah
Mayoritas manusia tentu mendambakan kebahagiaan, menanti ketentraman dan ketanangan jiwa. Tentu pula semua menghindari dari berbagai pemicu gundah gulana dan kegelisahan. Terlebih dalam lingkngan keluarga. Ingatlah semua ini tak akan terwujud kecuali dengan iman kepada Allah, tawakal dan mengembalikan semua masalah kepadaNya, disamping melakukan berbagai usaha yang sesuai dengan syari'at.
Pentingnya keharmonisan keluarga yang paling berpengaruh untuk pribadi dan masyarakat adalah pembentukan keluarga dan komitmen pada kebenaran. Allah dengan hikmahNya telah mempersiapkan tempat yang mulia bagi manusia untuk menetap dan tinggal dengan tentram di dalamnya. FirmanNya: "dan diantara tanda-tanda kekuasanNya adalah Dia mencipatakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya dan diajadikanNya diantara kamu rasa kasih sayang. Sungguh pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir." (Ar Rum: 21)
Maka suami istri akan mendapatkan ketenangan pada pasangannya di kala datang kegelisahan dan mendapati kelapangan di saat dihampiri kesempitan. Sesungguhnya pilar hubungan suami istri adalah kekerabatan dan persahabatan yang terpancang di atas cinta dan kasih sayang. Hubungan yang mendalam dan lekat ini mirip dengan hubungan seseorang dengan dirinya sendiri. Al Qur'an menjelaskan: "Mereka itu pakaian bagimu dan kamu pun pakaian baginya." (Al Baqarah: 187)
B.       Rumusan Masalah
Makalah ini disusun dengan rumusan sebagai berikut :
1.      Apakah tujuan berkeluarga menurut islam?
2.      Bagaimana persiapan menikah?
3.      Apakah hukum melakukan pernikahan?
4.      Apakah larangan-larangan melakukan pernikahan?
5.      Bagaimanakah pelaksanaan pernikahan?
6.      Bagaimanakah meningkatkan mutu pernikahan?


7.      Bagaimanakah cara membina keluarga?
8.      Apa kewajiban-kewajiban dalam berkeluarga?

C.       Tujuan Penulisan Makalah
Adapun tujuan dari penyusunan makalah adalah sebagai berikut :
1.      Mengetahui tujuan berkeluarga menurut islam
2.      Mengetahui bagaimana persiapan dalam pernikahan
3.      Mengetahui hukum melakukan pernikahan
4.      Mengetahui larangan-larangan melakukan pernikahan
5.      Mengetahui pelaksanaan pernikahan
6.      Mengetahui bagaimana meningkatkan mutu pernikahan
7.      Mengetahui cara-cara membina keluarga
8.      Mengetahui kewajiban-kewajiban dalam berkeluarga




















BAB II PEMBAHASAN

A.      Keluarga
Keluarga adalah unit terkecil di masyarakat. Sebuah keluarga akan kokoh bila dibentuk atas dasar pernikahan yang sah. Jika kita ingin membangun kehidupan yang kokoh di masyarakat, maka kita harus memulainya dari keluarga. Tujuan keluarga adalah keluarga merupakan tempat menyalurkan kebutuhan seksual secara terhormat, melalui keluarga, cinta dan kasih sayang bisa dipupuk dan dibina, anak-anak dapat dilindungi dari ketidak pastian masa depannya. Pondasi masyarakat biasa dibangun melalui keluarga.

B.       Pernikahan
Ø  Persiapan Nikah
Sebelum melakukan pernikahan, kita harus mempunyai calon pasangan. Dalam menentukan calon pasangan, Rasulullah memberikan tuntutan hendaknya memperhatikan agama calon pasangannya. Seberapa dalam dia memiliki pemahaman terhadap ajaran agamanya, tentunya untuk umat muslim harus memilih calon pasangan seorang muslim pula.
Setelah menentukan pilihan calon pasangan, hal yang di sunnahkan adalah meminang. Meminang adalah menyampaikan maksud mau menikahi dari seorang laki-laki pada seorang wanita baik secara langsung maupun dengan perantara seseorang yang dapat dipercaya.
Ø  Hukum Melakukan Pernikahan
Asal hukum melakukan pernikahan adalah ibadah atau kebolehan atau halal. Namun berdasarkan perubahan ‘illahnya, maka dari ibadah atau kebolehan hukum pernikahan dapat beralih menjadi sunnah, wajib, makruh, dan haram.
1.    Hukumnya menjadi Sunnah
Seseorang apabila dipandang dari segi pertumbuhan jasmaninya telah wajar dan cenderung untuk nikah serta biaya hidup telah ada, maka baginya menjadi sunnahlah untuk melakukan pernikahan. Jika dia nikah dia mendapat pahala dan jika tidak atau belum, dia tidak mendapat dosa dan tidak mendapat pahala.



2.    Hukumnya menjadi Wajib
Seseorang apabila dipandang dari segi biaya kehidupan telah mencukupi dan dipandang dari sudut pertumbuhan jasmaninya sudah sangat mendesak untuk nikah, sehingga jika tidak nikah dia akan terjerumus kepada penyelewengan, maka menjadi wajiblah baginya untuk menikah. Jika dia tidak nikah akan mendapat dosa dan jika dia menikah mendapat pahala.
3.      Hukumnya menjadi Makruh
Seseorang yang dipandang dari sudut pertumbuhan jasmaninya telah wajar untuk nikah walaupun belum sangat mendesak, tetapi belum ada biaya untuk hidup sehingga jika dia nikah akan membawa kesengsaraan hidup bagi isteri dan anak-anaknya, maka makruklah baginya untuk menikah. Jika dia menikah mendapat dosa, jika dia tidak menikah mendapat pahala.
4.      Hukumnya menjadi Haram
Apabila seorang laki-laki hendak menikahi seorang perempuan dengan maksud menganiaya atau memperolok-oloknya maka haramlah bagi laki-laki itu menikahi perempuan tersebut. Jika dia menikah dengan maksud tersebut mendapat dosa, sedangkan tidak menikahi karena mempunyai tujuan tersebut maka mendapat pahala.

Ø  Larangan Melakukan Pernikahan
1.      Larangan Pernikahan karena Perlainan Agama
Terlihat dalam Q.S. Al Baqarah : 221 berisikan ketentuan-ketentuan sebagai berikut :
a.       Jangan kamu kawini perempuan musyrik hingga dia beriman.
b.      Jangan kamu kawinkan laki-laki musyrik hingga dia beriman.
c.       Orang musyrik itu membawa kepada neraka sedangkan Tuhan membawa kamu kepada kebaikan dan keampunan.
2.      Larangan Pernikahan karena Hubungan Darah yang sangat Dekat
Larangan itu tercantum dalam Q.S. An Nisa : 23 yang berisi :
a.       Diharamkan bagi kamu mengawini ibu kamu
b.      Anak perempuan kamu



c.       Saudara perempuan kamu
d.      Saudara perempuan ibu kamu
e.       Saudara perempuan bapak kamu
f.       Anak perempuan saudara laki-laki kamu
g.      Anak perempuan saudara perempuan kamu
3.      Larangan Pernikahan karena Hubungan Sesusuan
Mereka yang sesusuan itu telah menjadi saudara, dan disebut saudara sesusuan. Namun saudara sesusuan itu tidak menjadikan hubungan persaudaraan sedarah untuk terjadinya saling mewarisi.
Larangan ini terdapat di Q.S. An Nisa : 23, berupa :
h.      Ibu susu kamu
i.        Saudara perempuan sesusuan kamu
4.      Larangan Pernikahan karena Hubungan Semenda
Hubungan semenda artinya hubungan kekeluargaan yang timbul karena perkawinan yang telah terjadi terlebih dahulu. Larangan ini terdapat di Q.S. An Nisa : 23, yaitu :
j.        Ibu isteri kamu (mertua kamu yang merempuan)
k.      Anak tiri kamu yang perempuan yang ada dalam pemeliharaan kamu, dari isteri yang telah kamu campuri, dan apabila isteri itu belum kamu campuri maka tidak mengapa kamu kawini anak tiri itu.
l.        Isteri anak shulbi kamu (menantu kamu yang perempuan)
m.    Dan bahwa kamu kawini sekaligus dua orang bersaudara
5.      Larangan Pernikahan karena Poliandri
Larangan mengawini perempuan yang bersuami terdapat dalam Q.S An Nisa : 24 yaitu :
a.       Dan perempuan yang mempunyai suami
Maksudnya diharamkan pula kamu mengawini perempuan yang sedang bersuami.
6.      Larangan Pernikahan karena Undang-undang
Dalam Undang-undang Perkawinan mengenai larangan perkawinan ini diatur dalam pasal 8. Bunyi pasal 8 adalah Perkawinan dilarang antara dua orang
yang :
a.       Berhubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah ataupun ke atas
b.      Berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping yaitu antara saudara, antara seorang dengan saudara orang tua dan antara seorang dengan saudara neneknya.
c.       Berhubungan semenda, yaitu mertua, anak tiri, menantu ibu/ bapak tiri
d.      Berhubungan susuan, yaitu orang tua susuan, anak susuan, saudara susuan, dan bibi/paman susuan.
e.       Berhubungan saudara dengan istri atau sebagai bibi atau kemenakan dari isteri, dalam hal seorang suami beristri lebih dari seorang.
f.       Mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang berlaku dilarang kawin.

Ø  Pelaksanaan Pernikahan
Pernikahan akan dipandang sah apabila memenuhi ketentuan yaitu adanya pasangan yang akan dinikahkan dan adanya akad nikah. Akad nikah berasal dari kata-kata’aqad nikah yang berasal dari sebutan Al-Quran ‘aqdu al-nikaah, dalam kata sehari-hari di Indonesia disebut akad nikah. Akad nikah berarti perjanjian mengikatkan diri dalam perkawinan antara seorang wanita dengan seorang laki-laki.
Beberapa hal yang berkenaan dengan akad nikah adalah :
1.    Ijab Kabul
Ijab adalah penegasan kehendak mengikatkan diri dalam bentuk perkawinan dan dilakukan oleh pihak perempuan ditujukan kepada laki-laki calon suami. Kabul adalah penegasan penerimaan mengikatkan diri sebagai suami isteri yang dilakukan oleh pihak laki-laki. Pelaksanaan penegasan qabul ini harus diucapkan pihak laki-laki langsung sesudah ucapan penegasan ijab pihak perempuan, tidak boleh mempunyai antara waktu yang lama.
2.    Wali Pihak Perempuan
Wali adalah orang yang tanggung jawab menikahkan calon pasangan suami isteri. Ada berbagai macam wali pihak perempuan, yaitu :
a.       Wali Nasab
Anggota keluarga laki-laki bagi calon pengantin perempuan yang mempunyai hubungan darah patrilinial dengan calon pengantin perempuan.

Yang termasuk wali nasab adalah bapak, datuk, saudara laki-laki bapak, saudara laki-lakinya sendiri.
b.      Wali Hakim
      Wali hakim adalah penguasa atau wakil penguasa yang berwenang dalam bidang perkawinan. Biasanya penghulu atau petugas lain dari Departemen Agama. Jika ditemui kesulitan untuk hadirnya wali nasab atau ada halangan dari wali nasab, maka seorang calon pengantin perempuan dapat mempergunakan bantuan wali hakim baik melalui Pengadilan Agama atau tidak.
c.       Dua Orang Saksi
      Kesaksian untuk suatu pernikahan hendaklah diberikan kepada dua orang laki-laki dewasa dan adil yang dapat dipercaya. Syarat dua orang saksi ini adalah syarat yang biasa dalam kejadian-kejadian penting sebagai penguat dalam suatu kejadian yang menghendaki pembuktian. Syarat-syarat kedua saksi tersebut adalah :
a.      Islam. Tidak dapat diterima kesaksian orang yang bukan islam.
b.     Dewasa atau baligh yaitu sekitar berumur wajar untuk kawin.
c.      Laki-laki yang adil yang dapat terlihat dari perbuatannya sehari-hari.
d.        Mahar atau Sadaq
Mahar atau sadaq dalam hukum perkawinan dalam islam adalah kewajiban yang harus dibayarkan oleh seorang pengantin laki-laki kepada pengantin perempuan. Hukum pemberian mahar adalah wajib.

Ø  Meningkatkan Mutu Pernikahan
Dalam suatu pernikahan dapat mengalami pasang surutnya kehidupan seseorang yang sedang membina rumah tangga. Hal ini adalah merupakan ujian bagi kaum mu’min. Oleh karena itu, maka derita kegagalan, sakit, dan lain-lainnya hendaknya dihadapi dengan kesabaran dan kepercayaan bahwa kita hidup adalah untuk berbakti kepada Allah dan kepada-Nya kita akan kembali.
Untuk menjaga ketertiban dalam pernikahan, hendaknya :
1.    Pernikahan didahului dengan pinangan yang disampaikan kepada wali dan hendaknya diinsyafi bahwa tidak baik orang yang mempersulit kelangsungan pernikahan.

2.    Pernikahan dilaksanakan dengan ijab qabul yang dipersiapkan di mana diutamakan pembacaan khutbah nikah sebagai dituntutkan Nabi saw.
3.    Dalam hidup berumah tangga seorang mukmin seharusnya penuh dengan kebaktian dan selalu berusaha membersihkan diri dari segala yang haram sampai dalam usaha mencari nafkah kehidupan.

C.      Membina Keluarga
Keluarga adalah persekutuan hidup berdasarkan pernikahan yang sah terdiri dari suami, istri, dan anak-anak.  Pengertian keluarga dapat ditinjau dari dimensi hubungan darah dan hubungan sosial. Keluarga dalam dimensi hubungan darah adalah suatu kesatuan yang diikat oleh hubungan darah antara satu dengan lainnya. Berdasarkan dimensi hubungan darah ini, keluarga dapat dibedakan menjadi keluarga besar dan keluarga inti. Sedangkan dalam dimensi hubungan sosial, keluarga adalah suatu kesatuan yang diikat oleh adanya saling berhubungan atau interaksi dan saling mempengaruhi antara satu dengan lainnya.
Pola asuh orang tua dalam keluarga sangatlah penting dalam menuju keluarga sejahtera dan islami. Pendidikan dalam keluarga memiliki nilai strategis dalam pembentukan kepribadian anak. Sejak kecil anak sudah mendapat pendidikan dari kedua orang tuanya melalui keteladanan dan kebiasaan hidup sehari-hari dalam keluarga.
Dalam berkeluarga perlu pula untuk berkomunikasi. Komunikasi adalah suatu kegiatan yang pasti terjadi dalam kehidupan keluarga. Tanpa komunikasi, sepilah kehidupan keluarga dari kegiatan berbicara, berdialog, bertukar pikiran, dan sebagainya. Akibatnya kerawanan hubungan antara anggota keluarga pun sukar untuk dihindari.  Oleh karena itu, komunikasi antara suami dan istri, antara ayah, ibu, dan ank, komunikasi antara ayah dan anak, komunikasi antara ibu dan anak dan komunikasi antara anak dan anak perlu dibangun secara harmonis dalam rangka membangun pendidikan yang baik dalam keluarga.
Dalam menciptakan keluarga yang islami dan sejahtera pasti mendapatkan halangan dan konflik-konflik yang terjadi. Konflik dalam keluarga sering muncul dalam bentuk yang bervariasi. Dalam islam, ada salah satu cara mengelola konflik dengan efektif, yaitu dengan mempergunakan kata “maaf” . konsep maaf ini secara implisit dimaksudkan untuk menepis perasaan permusuhan, pertentangan batin, atau perkelahian, dan sebagainya yang berpotensi mencerai beraikan tali ukhuwah.

Dalam kehidupan keluarga, kata maaf ini harus ditradisikan oleh semua anggota keluarga. Suami (ayah) dan istri (ibu) jangan pelit saling memaafkan. Orang tua tidaklah hina meminta maaf kepada anak atas kesalahan yang telah diperbuat kepadanya. Pendidikan kemaafan ini penting untuk dibangun sebagai warisan akhlak al-karimah yang bernilai tinggi.
Ketika konflik dalam keluarga sudah dikelola dengan baik, maka terbukalah jalan untuk membangun komunikasi yang harmonis dengan memperhatikan aturan hubungan dalam keluarga.

D.      Kewajiban-Kewajiban dalam Berkeluarga
a.         Kewajiban terhadap Diri Sendiri
Kehidupan manusia sebagai makhluk Tuhan yang paling sempurna dan mulia yang ditugaskan selaku pengatur di dunia ini mempunyai pertanggung jawab yang sangat berat. Untuk melaksanakan amanat Tuhan yang mulia dan berat itu, maka Tuhan telah memperlengkapi kehidupan manusia dengan perlengkapan yang sesuai dengan tugas dan kewajibannya.
Sebelum meninjau kewajiban-kewajiban seseorang terhadap yang lain, maka terlebih dahulu harus difikirkan kewajiban-kewajiban terhadap diri sensiri. Kewajiban seseorang terhadap dirinya yang terpenting adalah menjaga diri sebaik-baiknya, sehingga memenuhi fungsinya dengan semestinya. Diantara kewajiban terhadap diri sendiri yaitu : memelihara dan menjaga badan jasmani sehingga menjadi sehat dan kuat, memelihara dan menjaga jiwa dan hati sehingga dapat memenuhi tugasnya sebagai manusia, memelihara dan mempertahankan agamanya sehingga mendapatkan keridlaan Tuhan dan keselamatan dunia dan akhirat.

b.         Kewajiban terhadap Istri
Kewajiban-kewajiban suami merupakan salah satu syarat untuk menuju kepada kesejahteraan keluarganya.Diantara kewajiban-kewajiban suami terhadap istri adalah berlaku sopan santun dan selalu bermuka manis serta menampakkan rasa kasih sayangnya kepada istri. Tidak boleh bertindak atau mengeluarkan ucapan-ucapan yang kiranya dapat menyinggung perasaannya.



Menaruh perhatian terhadap istrinya dengan selalu menjaga kehormatannya, serta menjaga nama baik istri dan keluarganya adalah suatu hal yang tidak boleh dilupakan bagi seorang suami. Mencukupi perbelanjaan rumah tangga terutama untuk makan, minum dan perumahan serta alat-alat perlengkapannya menurut kadar kekuatannya tidak patut untuk dilupakan.
Dalam suatu hadits yang diriwayatkan Muslim dan Ahmad yang artinya :
Uang dinar yang kamu berikan untuk kepentingan sabilillah, memerdekakan budak, kamu sedekahkan kepada orang miskin dan yang kamu berikan sebagai nafkah kepada istrimu, diantara kesemuanya itu yang terlebih besar pahalanya ialah yang kamu berikan kepada istrimu.
  
Suami hendaknya berlaku sabar, tenang, lapang dada dalam menghadapi kekurangan-kekurangan yang ada pada istrinya dengan selalu memberikan bimbingan dan pendidikan ke arah kebaikan dan mendidik istrinya ke arah kemuliaan budi pekerti serta akhlaknya.

c.         Kewajiban terhadap Suami
Istri hendaknya taat dan patuh serta hormat terhadap suaminya, karena mengingat bahwa tanggung jawab yang besar di dalam rumah tangga adalah di tangan suami. Perlu diperhatikan bahwa persamaan hak antara suami dan istri bukanlah berarti bahwa si istri leluasa menyanggah suaminya. Istri hendaknya berlaku sopan santun dan selalu bermanis muka serta menampakkan rasa kecintaan dan penuh kepercayaan terhadap suami. Senyum simpul yang selalu nampak pada wajahnya, dan budi pekertinya serta budi bahasanya yang lemah lembut adalah sifat yang sangat menarik perhatian suami, yang dapat melipur di waktu susah, menenangkan hatinya disaat gelisah.
Dalam suatu hadits disebutkan :
Sebaik-baiknya perempuan (istri) ialah yang menyenangkan hatimu bila engkau melihatnya dan ta’at kepadamu jika engkau perintah, serta dapat menjaga kehormatan dirinya dan harta bendamu di waktu engkau pergi.
    


Kecakapan mengatur alat-alat rumah tangga, kepandaian memasak serta menjahit, mengasuh dan mendidik anak adalah kepandaian pokok seorang istri. Selain itu istri hendaknya menghormati kedua orang tua, saudara dan keluarga suami. Istri hendaknya hemat, cermat dan rajin serta pandai menyimpan. Uang perbelanjaan rumah tangga hendaknya dipergunakan dengan yang semestinya serta sehemat-hematnya.

d.        Kewajiban Suami Istri
Suami istri harus pula memperhatikan hal-hal berikut :
1.        Dalam keluarga antara suami dan istri harus setia dalam hubungan berumah tangga, berpegang teguh kepada dasar dan tujuan perkawinan.
2.        Antara suami dan istri harus dapat menyimpan rahasia rumah tangga.
3.        Suami dan istri harus saling menghargai, menghormati dan percaya serta berlaku jujur terhadap yang lain.
4.        Masing-masing harus menutupi segala cacat dan cela yang ada pada pihak lainnya.
5.        Masing-masing suami istri harus membiasakan hidup sederhana, berlaku hemat dan cermat.
6.        Setiap persengketaan hendsknya saling dihadapi dengan tenang dan harus berusaha bersedia menerima penyelesaian.

e.         Kewajiban Anak kepada Orang Tua
     Orang tua adalah orang yang paling besar jasanya kepada anaknya. Keduanya telah menanggung kesulitan dalam memelihara dan merawat anak mereka sejak dalam kandungan sampai lahir dan menjadi dewasa. Sebagai timbal balik, islam mengajarkan tuntunan bagaimana seharusnya seorang anak berbakti pada orang tuanya, yakni :
1.        Mencukupi Kebutuhan Orang Tua
Sesuai dengan Q.S. Al-Baqarah [2] : 215 yang artinya :
Mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang apa yang harus mereka infakkan. Katakanlah, “Harta apa saja yang kamu infakkan, hendaknya diperuntukkan bagi kedua orang tua, kerabat, anak yatim, orang miskin dan orang yang dalam perjalanan.

“Dan kebaikan apa saja yang kamu kerjakan, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui”.
Akhlak ini berlaku kepada anak yang sudah mandiri dan memiliki penghasilan sendiri. Meskipun ia sudah sanggup membiayai dirinya sendiri dengan penghasilan yang diperoleh, hendaknya ia tidak lupa untuk menafkahkan sebagian penghasilannya kepada orang tuanya.

2.        Melayani Orang Tua ketika Diperlukan
Melayani orang tua memiliki bobot ibadah kepada Allah, terutama ketika orang tua sangat membutuhkan. Sudah semestinya sang anak selalu siaga untuk melayani orang tuanya, meski tidak dibutuhkan. Kadang, orang tua malu atau segan meminta bantuan kepada anaknya.
Oleh karena itu, seorang anak dituntut memiliki kepekaan yang tinggi. Ia mesti menyelidiki apa saja yang bisa dibantu. Ketika orang tua terengah-engah memikul beban kehidupan, dengan sigap sang anak ikut menopang. Jika orang tua kesulitan memecahkan problematika hidup, dengan gesit anak mencurahkan andilnya.
Menurut hadits ath-Thabrani “Layanilah orang tua mu. Jika kamu ikhlas melakukannya, maka nilainya sama dengan pahala naik haji, umrah, dan berjihad di jalan Allah,” (H.R. ath-Thabrani)

3.        Memenuhi Panggilan Orang Tua
Ketika orang tua memanggil sang anak, biasanya mereka memerlukan sesuatu. Karena itu, anak wajib menjawab dan memenuhi panggilan mereka. Orang tua akan sangat bahagia bila sang anak dengan segera memenuhi panggilannya. Lebih senang lagi, jika panggilan mereka disambut dengan penuh hormat dan santun.
Bila orang tua memanggil, sebisa mungkin sang anak cepat-cepat menghadap. Apa pun yang sedang dikerjakan, ia harus meninggalkannya untuk sementara waktu guna memenuhi panggilan orang tua. Hukum memenuhi panggilan orang tua adalah wajib.



4.        Patuh Menjalankan Perintah Orang Tua
Sepanjang perintah orang tua mengandung unsur kabaikan, wajib hukumnya bagi sang anak mematuhinya. Akan tetapi, bila perintah tersebut menjurus kepada kemaksiatan, maka anak tidak wajib taat. Hanya saja, kendatipun sikap orang tua menyimpang dari garis agama, sang anak tetap berkewajiban menggauli mereka dengan baik. Bahkan meski orang tua musyrik, anak masih berkewajiban menyayangi dan menyantuni mereka.

5.        Berbicara kepada Orang Tua dengan Bahasa yang Sopan dan Lemah Lembut
Salah satu wujud penghormatan anak kepada orang tua adalah bertutur kata yang baik. Allah berfirman yang artinya :
Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik. (Q.S. al-isra [17] : 23)
     Dengan gamblang Allah menyuruh anak untuk senantiasa menghormati orang tuanya. Ketika anak berbicara dengan orang tuanya, hendaknya tidak ada sepatah kata pun yang menyakiti hati mereka, baik dari segi kandungan ucapan maupun tata bahasa yang digunakan. Maksud kandungan ucapan adalah seperti membantah dan menolak. Adapun yang dimaksud dengan tata bahasa adalah seperti tutur kata yang kasar dan suara yang keras.

6.        Mendoakan Orang Tua
               Mendoakan orang tua adalah kewajiban seorang anak, baik ketika mereka masih hidup atau sudah meninggal dunia. Hubungan psikologi anak dengan orang tua begitu dekat, sehingga sangat besar kemungkinan doa dipanjatkan dengan khusyuk. Doa yang khusyuk mudah dikabulkan oleh Allah swt. Karenanya, sang anak harus selalu berdoa untuk orang tuanya.
               Surah al-Isra [17] ayat 24 yang artinya :
Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah, “wahai Tuhanku! Sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku pada waktu kecil.”
               Surah diatas menjadi dalil yang kuat mengenai kewajiban anak untuk mendoakan orang tuanya. Di antara doa yang dipanjatkan adalah semoga Allah menyayangi keduanya sebagaimana mereka menyayangi pada waktu kecil. Salah satu kemuliaan anak di dunia dan akhirat adalah kalau mendapatkan restu dan rida orang tua. Orang tua akan sangat senang dan rida jika sang anak mendoakannya. Tanpa diminta pun, mereka akan mendoakan keselamatan dan kebahagiaan sang anak di dunia dan akhirat.

f.          Kewajiban Orang Tua kepada Anak
          Kebahagiaan suami istri dalam mengayuh biduk rumah tangga tidak lengkap tanpa kehadiran seorang anak. Sebab, anak adalah buah hati dan tambatan jiwa. Kepada anak, orang tua menggantungkan keberlanjutan rantai keturunan dan menumpahkan kasih sayang. Berikut panduan islam tentang kewajiban orang tua kepada anak :
1.      Melindungi Janin dengan Ikhtiar Lahiriah dan Bathiniah
       Ketika anak berada dalam kandungan, sudah menjadi kewajiban ibu menjaga sang janin dari segala marabaya yang bisa menimpa. Karenanya, aborsi dalam islam termasuk perbuatan yang sangat dikutuk. Sebab, itu merupakan pembunuhan terhadap makhluk Allah.
       Untuk melindungi kesehatan bayi, ibu perlu mengonsumsi makanan-makanan yang bergizi. Sebab, saripati makanan itu diserap oleh janin dan disalurkan ke seluruh bagian fisiknya. Jika saripati makanan tersebut mengandung gizi yang tinggi, tentu kondisi fisik anak akan kuat dan tangguh. Sebaliknya, kondisi sang anak akan lemah jika asupan makanan ibunya mengandung kadar gizi yang rendah.
       Kondisi psikologis ibu juga perlu mendapat perhatian. Ketika mengandung, ibu perlu menata hati agar tidak mudah terguncang. Guncangan yang hebat memiliki pengaruh fatal pada janin.



2.      Memberikan Nafkah dengan Harta yang Halal
           Pengaruh nafkah yang halal terhadap kualitas anak uang dilahirkan sangatlah besar. Setiap nafkah yang dikonsumsi anak dapat memengaruhi kualitas keimanan dan kesalehannya. Jika makanan yang diberikan kepada anak adalah halal, baik dari segi barang maupun asal-muasalnya, maka peluang anaknya untuk menjadi saleh sangat tinggi. Sebab, makanan itu akan mengalir dalam darahnya dan mengiringi setiap langkah hidupnya. Begitu juga, jika nafkah yang diberikan kepada anak berasal dari barang haram, mustahil ia tumbuh menjadi anak yang pintar, cerdas, dan brilian, tetapi kualitas hatinya sangat kerdil.

3.      Mengkhitan Anak
           Khitan adalah praktik memotong selaput kulit yang menutupi kepala zakar lelaki atau memotong sedikit ujung daging yang tumbuh dalam kemaluan perempuan. Khitan bagi anak laki-laki mengandung hikmah yang sangat banyak. Menurut kedokteran, khitan dapat menyehatkan organ seksual dan menyelamatkannya dari bakteri-bakteri pengganggu, serta menjaga zakar dari kenajisan air kencing.
           Mengenai hukum berkhitan, terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama. Menurut Imam Abu Hanifah dan Imam Hasan al-Basri, hukum khitan adalah sunah. Tetapi bagi Imam Syafi’i dan Imam Malik, hukum khitan adalah wajib.

4.      Merawat Anak dengan Penuh Kasih Sayang
           Sebagai amanat yang dititipkan Allah kepada orang tua, anak wajib dirawat, dibesarkan, dan diasuh dengan penuh kasih sayang. Salah satunya adalah dengan memberikan asupan makanan yang bergizi. Melalui cara ini, anak dapat tumbuh sehat dan cerdas.
Dalam islam, seorang ibu dibimbing untuk menyusui anaknya sampai dua tahun. Mulai sejak lahir sampai berumur dua tahun, hendaknya anak hanya diberikan air susu ibu (ASI), bukan makanan lainnya. Panduan tentang menyusui anak ini tertuang dalam firman Allah yang artinya berikut.
Dan ibu-ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh, bagi yang ingin menyusui secara sempurna. Dan kewajiban ayah menanggung nafkah dan pakaian mereka dengan cara yang patut. Seseorang tidak dibebani lebih dari kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita karena anaknya dan jangan pula seorang ayah (menderita) karena anaknya. Ahli waris pun (berkewajiban) seperti itu pula. Apabila keduanya ingin menyapih dengan persetujuan dan permusyawaratan antara keduanya, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin menyusukan anakmu kepada orang lain, maka tidak ada dosa bagimu memberikan pembayaran dengan cara yang patut. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. (Q.S. al-Baqarah [2] : 223)

5.      Mendidik Anak dengan Baik
Sebagai amanat Allah yang harus dipertanggungjawabkan di hadapan-Nya, anak memerlukan pendidikan yang baik dan memadai dari orang tua. Pendidikan di sini bermakna luas, baik berupa akidah, etika, maupun hukum islam. Selain itu, pendidikan tidak hanya dapat dijalankan di sekolah, tetapi juga di rumah.
Pendidikan di rumah dilakukan sejak anak masih kecil sampai beranjak dewasa. Pendidikan di sekolah hanya menjadi bagian kecil dari keseluruhan peran orang tua yang diserahkan kepada guru. Sebenarnya, yang lebih dominan adalah pendidikan yang ditanamkan orang tua. Pendidikan di sekolah hanya mencakup pendidikan keilmuan, sedangkan pendidikan yang berkaitan dengan akidah dan akhlak tetap berada dalam tanggung jawab orang tua secara penuh.












BAB III PENUTUPAN

A.           Simpulan
       Keluarga adalah unit terkecil di masyarakat yang terdiri dari ayah, ibu dan anak. Untuk membina keluarga perlu menjalankan sebuah pernikahan terlebih dahulu, pernikahan yang sah menurut agama dan negara. Sebelum melakukan pernikahan, harus menjalankan persiapan-persiapan sebelum menikah yaitu memilih calon pasangan yang seagama terutama, dan sudah dipastikan bukan muhrimnya. Selain memilih calon pasangan, harus diadakan peminangan dari seorang laki-laki pada seorang wanita untuk menyampaikan maksud ingin menikahi.
       Dalam pelaksanaan pernikahan terdapat hukum-hukum nikah, larangan-larangan nikah, dan syarat sah pernikahan yang terdiri dari akad, wali, dua orang saksi, dan mahar. Setelah terjadinya penikahan, akan membentuk sebuah keluarga. Membangun keluarga yang sakinah, mawadah, warrahmah tidaklah mudah, penuh dengan rintangan dan tantangan. Agar dapat menciptakan keluarga yang bahagia dan sejahtera, islam mengajarkan kewajiban-kewajiban setiap anggota keluarga.

B.            Saran
       Diharapkan setiap umat islam dapat menjaga dan membina keluarganya dengan sebaik-baiknya. Harus terjadi keselarasan di antara anggota keluarga. Setiap anggota keluarga harus mengetahui hak dan kewajibannya sebagai anggota keluarga di rumah. Untuk yang akan berumah tangga diharapkan dapat memilih pasangan yang jelas bibit bebet bobotnya, jelas agama dan ketaatannya terhadap agama, memilih pasangan yang sholeh.










DAFTAR PUSTAKA

Nuri, Sukamto. 1981. Petunjuk Membangun dan Membina Keluarga Menurut Ajaran Islam. Surabaya: Al-Ikhlas.
Thalib, Sayuti. 1974. Hukum kekeluargaan Indonesia. Jakarta: VIP.
Djamarah, Syaiful Bahri. 2004. Pola Komunikasi Orang Tua & Anak dalam Keluarga. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Salamulloh, M Alaika. 2008. Akhlak Hubungan Vertikal. Yogyakarta: PT Pustaka Insan Madani.
Tim Dosen Pendidikan Agama Islam Universitas Pendidikan Indonesia. 2009. Islam Tuntutan dan Pedoman Hidup. Bandung: Value Press





Tidak ada komentar:

Posting Komentar